Pages

terjemahan

Sunday 1 April 2012

TANGGUNG JAWAB


Kaum muda sebagai aset yang sangat berharga bagi kelangsungan hidup dimasa mendatang sudah seharusnya dibina dengan seapik mungkin guna mencetak pribadi-pribadi berkualitas yang mampu membangun negeri ini menuju cita-cita bersama ke arah yang lebih baik. Dan sudah semestinya pula pembinaan bibit-bibit bangsa ini dibarengi dengan pendidikan moral yang terstruktur rapi serta bertahap pada setiap jenjangnya. Kata “moral” disinyalir jelas sangat mempengaruhi cara pandang berfikir seseorang dalam bertindak menjalankan rutinitas aktivitasnya. Dengan moral yang tertanam dalam karakter pribadi manusia, nantinya akan menuntunnya kemana sehari-hari ia akan melangkah, apakah cenderung pada perbuatan yang bernilai manfaat atau sebaliknya hanya membiarkan waktu terbuang sia-sia. Karena ketika seseorang sudah tidak bermoral, sangat dikhawatirkan dia akan bertindak semena-mena, melupakan semua hal yang seharusnya menjadi tanggung jawabnya.
Terlebih-lebih di zaman sekarang ini, dimana segenap luapan gemerlap kemajuaan teknologi dan ilmu pengetahuan yang sudah tidak terbendung lagi berakibat pada banyaknya para generasi muda yang tidak mampu menahan diri dari serangan virus-virus negatif yang terus saja bermunculan, seperti misalkan derasnya kecenderungan akan barang-barang narkotika, dunia musik, dunia satelit/internet ,kebiasaan merokok, pacaran atau bahkan  pergaulan bebas yang perlahan tapi pasti mulai mencabik-cabik moral kaum muda yang berdampak pada terbuainya mereka dengan kesibukan-kesibukan tiada bermanfaat yang kemudian justru memandulkan atau mematikan kreativitas daripada jiwa-jiwa muda. Maka dari itu, berdasar pada fenomena yang kerap terjadi, perlu kiranya digarisbawahi bahwa ialah sangat perlu untuk dilakukan perbaikan moral para generasi muda saat ini, kembali ke jalan yang benar, kembali mengikuti norma-norma yang berlaku maupun ajaran agama yang disyariatkan agar sekiranya mereka dapat menemukan titik kesadaran dalam hidup mereka sehingga mereka mengetahui arah dan tujuan yang sebenarnya harus ditempuh. Mungkin kita juga harus banyak belajar dari orang-oarang terdahulu yang  bermula dari ketangguhan moral yang dimilikinya mampu mengantarkan dirinya sebagai pribadi dengan disiplin tinggi, memiliki visi & misi yang jelas, serta tekad kuat untuk mencapai yang terbaik akibat telah melekatnya kesadaraan akan melaksanakan tanggung jawab. Perbaikan moral juga sangat ditentukan dari peranan orang tua, keluarga, orang terdekat serta lingkungan yang mendukung yang dapat memberi contoh teladan terhadap generasi muda untuk mengarahkan cara bersikap yang sepatutnya ditiru. Jika di setiap pribadi generasi muda telah diproteksi dengan kecakapan bermoral  yang terdidik dan berkualitas serta dipadu dengan keteguhan Imtaq (iman dan taqwa) yang konsisten, maka jelas nantinya yang terbetik dalam hati pemuda tersebut ialah pikiran memenuhi setiap tanggung jawab buah hasil keinsyafan yang telah terpaku dalam benak perasaan dan pemikirannya, sebagai amanah yang wajib diemban bagi setiap jiwa muda.Dan juga sekeras apapun sinyal-sinyal/pengaruh negatif yang ditujukan khususnya kepada mereka, niscaya sinyal negatif tersebut sedikitpun tak akan mampu menggoyahkan tekad kuat atas cita-cita yang telah diikrarkan sebelumnya, perumpamaannya tak lain seperti  tegarnya bebatuan karang dipinggir pantai yang takkan goyang (tak bergerak) sedikitpun ketika harus diterjang arus ombak yang amat keras nan bertubi-tubi. Dapat kita rangkum bahwa kehadiran generasi muda dengan kesadaran diri untuk membangun ketangguhan moral inilah yang akan memberikan cahaya terang, sinar harapan yang menjamin masa depan bangsa menuju kehidupan lebih baik demi melahirkan karakter-karakter pribadi pemuda berkualitas yang mampu menjawab segala tantangan dikemudian hari dalam upaya mewujudkan ketahanan nasional.
Kesadarian dan tanggung jawab merupakan bagian penting dalam tata kehidupan sosial kemasyarakatan maupun dalam berbangsa dan bernegara. Kesadaran ini merupakan strata tertinggi dari moralitas kemanusiaan dalam kehidupan bersama sebagainya mahkluk sosial. Hidup bersama di tingkat keluarga, komunitas, institusi, masyarakat, bangsa, dan negara memerlukan kesepakatan yang mampu menata kehidupan sosial yang sesuai dengan konteksnya. Kesepakatan yang dibuat tidak akan ada manfaatnya jika tidak ada yang mentaatinya. Ketaatan akan kesepakatan merupakan wujud dari katekutan maupun kesadaran dan tanggung jawab. Ketaatan karena kesadaran dan tanggung jawab merupakan bentuk penghormatan tertinggi akan nilai-nilai kemanusiaan. Kerelaan untuk mentaati adalah suatu pengorbanan atas kepentingannya dan merupakan empati bahkan sebagainya wujud solidaritas sosial. Kesadaran dan tanggung jawab ini merupakan buah dari pendidikan. Segala sesuatu ada karena dimengerti (filsuf Berkley). Adanya kesadaran dan tanggung jawab karena mempunyai pengertian atau karena dipahami. Bagaimana bisa memahami? Dari pendidikan. Pendidikan seperti apa? Pendidikan yang mampu memberikan transformasi, bukan yang sifatnya menghafal.  Menghafal adalah cara pendidikan untuk binatang sirkus atau anjing-anjing pelacak yang tidak mampu mengembangkan apa yang dipelajarinya karena hanya itu kemampuannya. Model pembelajaran seperti ini bukan pembelajaran yang transformatif. Pembelajaran yang tidak transformatif menimbulkan keterpaksaan dan ketakutan adanya tekanan. Akibatnya, yang belajar pun dipenuhi oleh kemunafikan,  kepura-puraan, dan kepalsuan sehingga yang dilakukan bisa bertentangan dengan hati nuraninya. Apabila ini yang terjadi, cepat atau lambat, akar-akar penunjang kehidupan sosial akan putus dan perlahan-lahan roboh.
Pertanyaanya, “Bagaimana membangun kesadaran dan tanggung jawab?” Membangun kesadaran dan tanggung jawab warga masyarakat merupakan tanggung jawab para penyelnggara kehidupan sosial dari level keluarga hingga negara. Mereka harus menghasilkan kesadaran dan tanggung jawab karena tanpa itu akan hancur berantakan karena yang dihasilkan adalah komplain, keterpaksaan, ketakutan, kepura-puraan, bahkan penghianatan. Kesadaran dan tanggung jawab juga merupakan produk dari kecintaan, perhatian, empati, pemberian kepercayaan, dan keteladanan. Yang dididik mampu menyentuh hal-hal yang hakiki dalam hati nurani manusia sehingga kesadaran merupakan respon dari apa yang diperolehnya.  Sealain itu, yang tak kalah penting adalah infrastruktur pendukung yang memberikan ruang gerak bagi tumbuh dan berkembangnya suatu kesadaran dan tanggung jawab. Infrastruktur itu mampu memanusiakan manusia. Pembangunan infrastruktur yang tidak memenuhi standar kemanusiaan akan berdampak sebaliknya; terjadi pelanggaran, perlawanan, pengrusakan, pengabaian, bahkan pelecehan.
Pendukung lai dalam membangun kesadarian dan tanggung jawab adalah penegakkan hukum. Penegakkan hukum merupakan pilar utama dari pembangunan peradaban karena meminta pertanggungjawaban atas perbuatan yang kontraproduktif dengan menjatuhkan sanksi, baik berupa kurungan ataupun denda. Penegakkan hukum merupakan bagian utama dalam mengangkat harkat dan martabat manusia. Tentu, penegakan hukum menjadi salah satu bagian yang transformatif dan edukatif. Penyimpangan dan penyalahgunaan dalam penegakkan hukum akan berdampak pada rusaknya suatu peradaban. Ketidakberadaban menjadikan citra dan harga diri dipandang sebelah mata, bahkan dianggap tidak ada. Mengapa demikian? Ya, karena keberadaanya tidak berguna. Ia hanya akan menjadi benalu, bahkan memalukan.
Edukasi, infrastruktur, penegakkan hukum merupakan satu kesatuan yang secara simultan dibangun bersama untuk saling mendukung dan melengkapi. Ketiganya merupakam sistem.yang mempunyai standardisasi baik untuk masukan, proses, maupun keluarannya.
Kesadaran dan tanggung jawab merupakan dampak atau produk dari edukasi dan pembangunan infrastruktur penegakkan hukum yang transformatif sekaligus merupakan produk kinerja para penyelenggara kehidupan sosial dari tingkat keluarga hingga negara yang mampu menunjukan adanya: (1) kebijaksanaan,
(2) empati,
(3) kecintaan,
(4) ketulusan,
(5) pengorbanan,
(6) keteladanan,
(7) kecerdasan,
(8) wawasan yang luas,
(8) empowering,
(9) integritas, dan
(10) komitmen.
Semua itu merupakan bentuk dari kesadarian dan tanggungjawbnya atas amanah yang dipercayakan kepadanya. Kemampuan memanusiakan manusia ini terwujud dari adanya kesadarian dan tanggung jawab yang akan menganggkat harkat dan martabat manusia, citra, dan harga diri.

A. PENGERTIAN TANGGUNG JAWAB.
Tanggung jawab menurut kamus umum Bahasa Indonesia adalah, keadaan wajib menanggung segala sesuatunya.Tanggung jawab adalah kesadaran manusia akan tingkah laku atau perbuatannya yang disengaja maupun yang tidak di sengaja. Tangung jawab juga berarti berbuat sebagai perwujudan kesadaran akan kewajibannya.
B. MACAM-MACAM TANGGUNG JAWAB.
(a) Tanggung jawab terhadap diri sendiri.
Tanggug jawab terhadap diri sendiri menuntut kesadaran setiap orang untuk memenuhi kewajibannya sendiri dalam mengembangkan kepribadian sebagai manusia pribadi.
(b) Tanggung jawab terhadap keluarga.
Keluarga merupakan masyarakat kecil. Keluarga terdiri dari suami-istri, ayah-ibu dan anak-anak, dan juga orang lain yang menjadi anggota keluarga. Tiap anggota keluarga wajib bertanggung jawab kepada keluarganya. Tanggung jawab ini menyangkut nama baik keluarga. Tetapi tanggung jawab juga merupakan kesejahteraan, keselamatan, pendidikan, dan kehidupan.
(c) Tanggung jawab terhadap Masyarakat.
Pada hakekatnya manusia tidak bisa hidup tanpa bantuan manusia lain, sesuai dengan kedudukannya sebagai mahluk sosial.
(d) Tanggung jawab kepada Bangsa / Negara.
Suatu kenyataan lagi, bahwa tiap manusia, tiap individu adalah warga negara suatu negara. Dalam berpikir, berbuat, bertindak, bertingkah laku manusia terikat oleh norma-norma atau ukuran-ukuran yang dibuat oleh tuhan.
(e) Tanggung jawab terhadap Tuhan
Tuhan menciptakan manusia di bumi ini bukanlah tanpa tanggung jawab, melainkan untuk mengisi kehidupannya manusia mempunyai tanggung jawab langsang terhadap Tuhan. Sehingga tindakan manusia tidak bisa lepas dari hukuman-hukuman Tuhan yang dituangkan dalam berbagai kitab suci melalui berbagai macam agama. 

Ada beberapa cara yang dapat diterapkan untuk mendidik anak sejak usia dini agar menjadi anak yang bertanggung jawab, sebagaimana Charles Schaeffer, Ph.D. mengutip apa yang pernah dikemukakan oleh Dr. Carlotta De Lerma, tentang prinsip-prinsip penting yang harus dilakukan untuk membantu anak bertanggung jawab.
1. Memberi teladan yang baik.
Dalam mengajarkan tanggung jawab kepada anak, akan lebih berhasil dengan memberikan suatu teladan yang baik. Cara ini mengajarkan kepada anak bukan saja apa yang harus dilakukan dan bagaimana cara melakukannya, akan tetapi juga bagaimana orangtua melakukan tugas semacam itu.
2. Tetap dalam pendirian dan teguh dalam prinsip.
Dalam hal melakukan pekerjaan, orangtua harus melihat apakah anak melakukannya dengan segenap hati dan tekun. Sangat penting bagi orangtua untuk memberikan suatu perhatian pada tugas yang tengah dilakukan oleh si anak. Janganlah sekali-kali kita menunjukkan secara langsung tentang kesalahan-kesalahan anak, tetapi nyatakanlah bagaimana cara memperbaiki kesalahan tersebut. Dengan demikian orantua tetap dalam pendirian, dan teguh dalam prinsip untuk menanamkan rasa tanggung jawab kepada anaknya.
3. Memberi anjuran atau perintah hendaknya jelas dan terperinci.
Orangtua dalam memberi perintah ataupun anjuran, hendaklah diucapkan atau disampaikan dengan cukup jelas dan terperinci agar anak mengerti dalam melakukan tugas yang dibebankan kepadanya.
4. Memberi ganjaran atas kesalahan.
Orangtua hendaknya tetap memberi perhatian kepada setiap pekerjaan anak yang telah dilakukannya sesuai dengan kemampuannya. Tidak patut mencela pekerjaan anak yang tidak diselesaikannya. Kalau ternyata anak belum dapat menyelesaikan pekerjaannya saat itu, anjurkanlah untuk dapat melakukan atau melanjutkannya besok hari. Dengan memberikan suatu pujian atau penghargaan, akan membuat anak tetap berkeinginan menyelesaikan pekerjaan itu. Seringkali orangtua senang menjatuhkan suatu hukuman kepada anak yang tidak berhasil menyelesaikan tugasnya. Andaikan memungkinkan lebih baik memberikan ganjaran atas kesalahan dan tidak semata-mata mempermasalahkannya.
5. Jangan terlalu banyak menuntut.
Orangtua selayaknya tidak patut terlalu banyak menuntut dari anak, sehingga dengan sewenang-wenang memberi tanggung jawab yang tidak sesuai dengan kemampuannya. Berikanlah tanggung jawab itu setahap demi setahap, agar si anak dapat menyanggupi dan menyenangi pekerjaan itu.

Suatu kebiasaan yang keliru pada orangtua dalam hal mendidik anak, adalah bahwa mereka seringkali sangat memperhatikan dan mengikuti emosinya sendiri. Tetapi sebaliknya emosi anak-anak justru kurang diperhatikan. Orangtua boleh saja marah kepada anak, akan tetapi jagalah supaya kemarahan yang dinyatakan dalam tindakan seperti omelan dan hukuman itu benar-benar tepat untuk perkembangan jiwa anak. Dengan perkataan lain, marahlah pada saat si anak memang perlu dimarahi.
Anak-anak yang sudah mampu berespon secara tepat, adalah anak yang sudah mampu berfikir dalam mendahulukan kepentingan pribadi. Dan anak seperti ini sudah tinggal selangkah lagi kepada pemilikan rasa tanggung jawab.
Pada hakekatnya tanggung jawab itu tergantung kepada kemampuan, janganlah lantas kita mengatakan bahwa anak yang berusia tujuh tahun itu tidak mempunyai tanggung jawab, karena tidak menjaga adiknya secara baik, sehingga si adik terjatuh dari atas tembok. Sesungguhnya anak yang baru berusia tujuh tahun tidak akan mampu melakukan hal seperti itu. Jelaslah bahwa beban tanggung jawab yang diserahkan pada seorang anak haruslah disesuaikan dengan tingkat kematangan anak. Untuk itu dengan sendirinya orangtua merasa perlu untuk lebih jauh mengenal tentang kemampuan anaknya.
Dalam memberikan anak suatu informasi tentang hal yang harus dilakukan dan yang tidak boleh dilakukan adalah sangat penting. Tanpa pengetahuan ini anak tidak bisa disalahkan bila ia tidak mau melakukan apa yang seharusnya ia lakukan. Namun untuk sekedar memberitahu secara lisan, seringkali tidak cukup. Orangtua juga harus bisa menjelaskan dengan contoh bagaimana caranya melakukan hal tersebut, disamping harus dijelaskan alasan-alasan mengapa hal itu harus dilakukan, atau tidak boleh dilakukan.
Biasanya kita cenderung untuk melihat rasa tanggung jawab dari segi- segi yang konkrit, seperti: apakah tingkah lakunya sopan atau tidak; kamar anak bersih atau tidak; apakah si anak sering terlambat datang ke sekolah atau tidak; dan sebagainya.
Seorang anak bisa saja berlaku sopan, datang ke sekolah tepat pada waktunya, tetapi masih juga membuat keputusan-keputusan yang tidak bertanggungjawab. Contoh seperti ini seringkali kita jumpai terutama pada anak-anak yang selalu mendapatkan instruksi atau petunjuk dari orangtua mengenai apa yang mesti mereka kerjakan, sehingga mereka kurang mendapat kesempatan untuk mengadakan penilaian sendiri, mengambil keputusan sendiri serta mengembangkan norma-norma yang ada dalam dirinya.
Rasa tanggung jawab sejati haruslah bersumber pada nilai-nilai asasi kemanusiaan. Nilai-nilai tidak dapat diajarkan secara langsung. Nilai-nilai dihirup oleh anak dan menjadi bagian dari dirinya hanya melalui proses identifikasi, dengan pengertian lain, anak menyamakan dirinya dengan orang yang ia cintai dan ia hormati serta berusaha meniru mereka. Contoh hidup yang diberikan orangtua, akan menciptakan suasana yang diperlukan untuk belajar bertanggung jawab. Pengalaman-pengalaman konkrit tertentu memperkokoh pelajaran itu, sehingga menjadi bagian dari watak dan kepribadian anak.
Jadi jelaslah, bahwa masalah rasa tanggung jawab pada anak, akhirnya kembali pada orangtuanya sendiri, atau dengan kata lain terpulang pada nilai-nilai dalam diri orangtua, yaitu seperti tercermin dalam mengasuh dan mendidik anak.

No comments:

Post a Comment