I.
PENDAHULUAN
II.
RUMUSAN MASALAH
III. PEMBAHASAN
A.
PENGERTIAN FI’IL
SALIM
Fi’il salim adalah fi’il shohih, yang mana susunan
hurufnya tidak terdapat huruf hamzah dan tidak ada harokat syaddah. Contoh: فتح
ضرب
سمع
جلس
Fi’il
shohih adalah fi’il yang susunan hurufnya terdiri dari huruf shohih artinya
tidak terdiri dari huruf ’illat (alif, ya’, wawu). Fi’il shahih dibagi menjadi
tiga bagian, yaitu:
1)
Fi’il salim
2) Fi’il mahmuz
3) Fi’il mudlo’af[1]
Fi’il salim tidak
berubah, jika dirangkai dengan dlomir atau isim dlohir. Contoh:
نصر نصرا نصروا
ينصر ينصران ينصرون
(Untuk Ghoib)
نصرت نصرتما نصرتم تنصر تنصران تنصرون
انصر انصرا انصروا نصرت نصرتما نصرتن
تنصرين تنصران تنصرن انصري انصرا انصرن
(Untuk Mukhotob)
نصرت نصرنا
انصر ننصر
(Untuk Mutakallim)
Fi’il yang bukan
salim,bertashrif seperti fi’il salim,kecuali jika:
a) Mahmuz,bila awalnya terdapat dua hamzah yang berturut-turut,dan
dimatikan(sukun) hamzah yang kedua,maka diubah yang kedua itu menjadi huruf
mad,yang sesuai dengan harakat yang pertama,seperti:امنت,اومن،ايمانا
kecuali lafalاخذ – اكل dan امر maka
dibuang kedua hamzah itu ketika dalam fi’il amarnya, seperti خذ- كل dan مر kecuali
رأى maka
dibuang ‘ain fi’ilnya pada mudhori’nya seperti : رأى-
يرى dan ره
.
Dan ارى dibuang ‘ain fi’ilnya pada semua tasrifnya,
seperti: ارى- يرى- اره .
b) Mudha’af beridgham yaitu: memasukkan salah satu huruf yang sama
ke dalam huruf yang lainnya, dan wajib idgham, bila ke dua huruf yang sama itu
berharakat ke dua-duanya, seperti : يمدّ
– مدّ.
Maka, apabila yang
pertama berharakat dan yang kedua sukun (mati). Maka wajiblah memecahkan,
apabila sukun itu karena pertemuan antara fi’il dengan dhamir marfu’ yang
berharakat, seperti: مددت dan يمددن .
boleh kedua hal itu bila untuk mudhari’ majzum dan amar mabni seperti: لم يمدّ dan لم يمدد- مدّ dan امدد.
Apabila diidghamkan, maka harakatilah akhir fi’il dengan fathah, karena
ringannya, kasrah karena kasrah itu asal dalam hal menghindarkan dua sukun,
atau dengan dhammah karena mengikuti (ittiba’), bila ‘ain fi’ilnya didhammahkan
maka boleh pada مدّ
tiga cara. Begitu juga pada فرّ
dan عضّdua cara.
c) Fi’il Mitsal dibuang fa’nya dalam fi’il mudhari’ dan amar,
apabila fi’il itu dikasrahkan ‘ain mudhari’nya seperti: عد، يزن، يعد dan زنْ.
Dan tidak dibuang pada fi’il, seperti: ينع-
يينع dan tidak pula pada
fi’il, seperti: وجل- يوجل , kecuali fi’il-fi’il بلغ، يقع،
يطأ، يضع، يسع، يذر، يدع dan يهب.
d) Ajwaf, dibuang ‘ain fi’ilnya, apabila sukun huruf akhirnya,
karena jazm atau karena bina’ amarnya, seperti: بع،
قم، لم يخف، لم يبع، لم يقم dan
خف.
Demikian pula apabila
dimatikan, karena bersambung dengan dhamir rafa’ yang berharakat, seperti; بعنا، خفنا، خفن، يبعن، كنت، يقمن، خفتم. Awal fi’il madhi diharakati dengan
dhammah atau kasrah untuk menunjukkan huruf yang dibuang itu, sebagaimana
engkau lihat pada lafadh: قمت
dan بعنا.
Kadang-kadang kasrah itu
menunjukkan harakat huruf yang dibuang seperti: خفتم.
e) Naqish, dibuang lamnya bila berhubungan dengan wawu jama’ atau
ya’ mukhatabah. Diharakati ‘ain fi’ilnya dengan harakayt yang sejenis dengan
dhamir seperti: رضوا
dan تدعين
kecuali apabila yang dibuang itu alif, maka tetap fathah atas ‘ainnya, sepe سعواdan
تخشين.
Dibuang lam fi’ilnya, apabila ia alif dan berhubungan dengan ta’ ta’nis
seperti; رميا- رمت, maka apabila alif itu berhubungan dengan dhamir bariz selain
wawu dan ya’, maka tidak dibuang teapi dikembalikan pada aslinya, jika jadi
huruf ketiga, seperti: رميا- غزوا- رمينا- غزوت.
f) Lafif Mafruq, diperlakukan sebagai fi’il mitsal dan Naqish.
g)
Lafif Maqrun, diperlakukan
sebagai fi’il naqish saja.[2]
No comments:
Post a Comment