Tafsir al-Qur'an adalah ilmu pengetahuan untuk memahami dan
menafsirkan yang bersangkutan dengan Al-Qur-an dan isinya berfungsi
sebagai mubayyin (pemberi penjelasan), menjelaskan tentang arti dan
kandungan Al Qur’an, khususnya menyangkut ayat-ayat yang tidak di pahami
dan samar artinya, dalam memahami dan menafsirkan Al-Qur'an diperlukan
bukan hanya pengetahuan bahasa Arab saja tetapi juga berbagai macam ilmu
pengetahuan yang menyangkut Al-Qur-an dan isinya, Ilmu untuk memahami
Al-Qur'an ini disebut dengan Ushul Tafsir atau biasa dikenal dengan
Ulumul Qur'an, terdapat dua bentuk penafsiran yaitu at-tafsîr bi al-
ma’tsûr dan at-tafsîr bi- ar-ra’yi, dengan empat metode, yaitu ijmâli,
tahlîli, muqârin dan maudhû’i. Sedangkan dari segi corak lebih beragam,
ada yang bercorak sastra bahasa, fiqh, teologi, filsafat, tasawuf,
ilmiyah dan corak sastra budaya kemasyarakatan.
Tafsir berasal dari kata al-fusru yang mempunyai arti al-ibanah wa
al-kasyf (menjelaskan dan menyingkap sesuatu). Menurut pengertian
terminologi, seperti dinukil oleh Al-Hafizh As-Suyuthi dari Al-Imam
Az-Zarkasyi ialah ilmu untuk memahami kitab Allah SWT yang diturunkan
kepada Nabi Muhammad SAW, menjelaskan makna-maknanya, menyimpulkan
hikmah dan hukum-hukumnya.
Usaha menafsirkan Al-Qur’an sudah dimulai semenjak zaman para sahabat
Nabi sendiri. ‘Ali ibn Abi Thâlib (w. 40 H), ‘Abdullah ibn ‘Abbâs (w.
68 H), ‘Abdullah Ibn Mas’ûd (w. 32 H) dan Ubay ibn Ka’ab (w. 32 H)
adalah di antara para sahabat yang terkenal banyak menafsirkan ayat-ayat
Al-Qur’an dibandingkan dengan sahabat-sahabat yang lain.
Urgensi Tafsir Al-Qur'an dalam Islam
Al-Qur’an diturunkan kepada
Nabi Muhammad SAW melalui
malaikat Jibril dalam
bahasa Arab dengan segala macam kekayaan bahasanya. Di dalamnya terdapat penjelasan mengenai dasar-dasar
aqidah,
kaidah-kaidah syariat, asas-asas perilaku, menuntun manusia ke jalan
yang lurus dalam berpikir dan beramal. Namun, Allah SWT tidak menjamin
perincian-perincian dalam masalah-masalah itu sehingga banyak lafal
Al-Qur’an
yang membutuhkan tafsir, apalagi sering digunakan susunan kalimat yang
singkat namun luas pengertiannya. Dalam lafazh yang sedikit saja dapat
terhimpun sekian banyak makna. Untuk itulah diperlukan penjelasan yang
berupa tafsir
Al-Qur'an
Sejarah Tafsir Al-Qur'an
Sejarah ini diawali dengan masa
Rasulullah
SAW masih hidup seringkali timbul beberapa perbedaan pemahaman tentang
makna sebuah ayat. Untuk itu mereka dapat langsung menanyakan pada
Rasulullah SAW. Secara garis besar ada tiga sumber utama yang dirujuk oleh para sahabat dalam menafsirkan
Al-Qur'an :
- Al-Qur'an itu sendiri karena kadang-kadang satu hal yang dijelaskan secara global di satu tempat dijelaskan secara lebih terperinci di ayat lain.
- Rasulullah SAW semasa masih hidup para sahabat
dapat bertanya langsung pada Beliau SAW tentang makna suatu ayat yang
tidak mereka pahami atau mereka berselisih paham tentangnya.
- Ijtihad dan Pemahaman mereka sendiri karena mereka adalah orang-orang Arab
asli yang sangat memahami makna perkataan dan mengetahui aspek
kebahasaannya. Tafsir yang berasal dari para sahabat ini dinilai
mempunyai nilai tersendiri menurut jumhur ulama karena disandarkan pada
Rasulullah SAW terutama pada masalah azbabun nuzul. Sedangkan pada hal yang dapat dimasuki ra’yi maka statusnya terhenti pada sahabat itu sendiri selama tidak disandarkan pada Rasulullah SAW.
Perkembangan ilmu pengetahuan pada masa
Dinasti Abbasiyah menuntut pengembangan
metodologi tafsir dengan memasukan unsur
ijtihad yang lebih besar. Mekipun begitu mereka tetap berpegangan pada
Tafsir bi al-Matsur
dan metode lama dengan pengembangan ijtihad berdasarkan perkembangan
masa tersebut. Hal ini melahirkan apa yang disebut sebagai
tafsir bi al-ray yang memperluas
ijtihad dibandingkan masa sebelumnya. Lebih lanjut perkembangan ajaran
tasawuf melahirkan pula sebuah tafsir yang biasa disebut sebagai tafsir
isyarah.
Bentuk Tafsir Al-Qur'an
Adapun bentuk-bentuk tafsir Al-Qur'an yang dihasilkan secara garis besar dapat dibagi menjadi tiga:
Tafsir bi al-Matsur
Dinamai dengan nama ini (dari kata
atsar yang berarti
sunnah,
hadits, jejak, peninggalan) karena dalam melakukan penafsiran seorang
mufassir menelusuri jejak atau peninggalan masa lalu dari generasi sebelumnya terus sampai kepada
Nabi SAW. Tafsir bi al-Matsur adalah tafsir yang berdasarkan pada kutipan-kutipan yang
shahih yaitu menafsirkan Al-Qur'an dengan Al-Qur'an, Al-Qur'an dengan sunnah karena ia berfungsi sebagai penjelas
Kitabullah, dengan perkataan sahabat karena merekalah yang dianggap paling mengetahui Kitabullah, atau dengan perkataan tokoh-tokoh besar
tabi'in karena mereka pada umumnya menerimanya dari para sahabat.
Contoh tafsir Al Qur'an dengan Al Qur'an antara lain:
"wa kuluu wasyrobuu hattaa yatabayyana lakumul khaithul abyadhu minal khaithil aswadi minal fajri...." (
Surat Al Baqarah:187)
Kata minal fajri adalah tafsir bagi apa yang dikehendaki dari kalimat al khaitil abyadhi.
Contoh Tafsir Al Qur'an dengan
Sunnah antara lain:
"alladziina amanuu wa lam yalbisuu iimaanahum bizhulmin......" (
Surat Al An'am: 82)
Rasulullah s.a.w.menafsirkan dengan mengacu pada ayat :
Dengan itu Beliau menafsirkan makna
zhalim dengan
syirik.
Tafsir bi ar-Rayi
Seiring perkembangan zaman yang menuntut pengembangan metode tafsir karena tumbuhnya ilmu pengetahuan pada masa Daulah
Abbasiyah maka tafsir ini memperbesar peranan
ijtihad dibandingkan dengan penggunaan tafsir bi al-Matsur. Dengan bantuan ilmu-ilmu
bahasa Arab, ilmu qiraah, ilmu-ilmu Al-Qur'an,
hadits
dan ilmu hadits, ushul fikih dan ilmu-ilmu lain seorang mufassir akan
menggunakan kemampuan ijtihadnya untuk menerangkan maksud ayat dan
mengembangkannya dengan bantuan perkembangan ilmu-ilmu pengetahuan yang
ada.
Contoh Tafsir bir ra'yi dalam Tafsir Jalalain:
Kata
alaq disini diberi makna dengan bentuk jamak dari lafaz
alaqah yang berarti segumpal
darah yang kental.
Tafsir Isyari
Menurut kaum
sufi,
setiap ayat mempunyai makna yang zahir dan batin. Yang zahir adalah
yang segera mudah dipahami oleh akal pikiran sedangkan yang batin adalah
yang isyarat-isyarat yang tersembunyi dibalik itu yang hanya dapat
diketahui oleh ahlinya. Isyarat-isyarat kudus yang terdapat di balik
ungkapan-ungkapan Al-Qur'an inilah yang akan tercurah ke dalam hati dari
limpahan
gaib pengetahuan yang dibawa ayat-ayat. Itulah yang biasa disebut tafsir Isyari.
Contoh bentuk penafsiran secara Isyari antara lain adalah pada ayat:
Yang mempunyai makna zhahir adalah “......Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyembelih seekor sapi betina...” tetapi dalam tafsir Isyari diberi makna dengan “....Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyembelih nafsu hewaniah...”.
Metodologi Tafsir Al-Qur'an
Metodologi Tafsir dibagi menjadi empat macam yaitu metode tahlili, metode ijmali, metode muqarin dan metode maudlu’i.
Metode Tahlili (Analitik)
Metode ini adalah yang paling tua dan paling sering digunakan.
Menurut Muhammad Baqir ash-Shadr, metode ini, yang ia sebut sebagai
metode tajzi'i, adalah metode yang mufasir-nya berusaha menjelaskan
kandungan ayat-ayat
Al-Qur’an dari berbagai seginya dengan memperhatikan runtutan ayat al-Qur`an sebagaimana tercantum dalam al-Qur`an.
Tafsir ini dilakukan secara berurutan ayat demi ayat kemudian surat
demi surat dari awal hingga akhir sesuai dengan susunan Al-Qur'an. Dia
menjelaskan kosa kata dan lafazh, menjelaskan arti yang dikehendaki,
sasaran yang dituju dan kandungan ayat, yaitu unsur-unsur
I’jaz,
balaghah, dan keindahan susunan kalimat, menjelaskan apa yang dapat diambil dari ayat yaitu
hukum fiqih,
dalil syar’i, arti secara bahasa,
norma-norma akhlak dan lain sebagainya.
Menurut
Malik bin Nabi,
tujuan utama ulama menafsirkan Al-Qur'an dengan metode ini adalah untuk
meletakkan dasar-dasar rasional bagi pemahaman akan kemukzizatan
Al-Qur'an, sesuatu yang dirasa bukan menjadi kebutuhan mendesak bagi
umat
Islam
dewasa ini. Karena itu perlu pengembangan metode penafsiran karena
metode ini menghasilkan gagasan yang beraneka ragam dan terpisah-pisah .
Kelemahan lain dari metode ini adalah bahwa bahasan-bahasannya amat
teoritis, tidak sepenuhnya mengacu kepada persoalan-persoalan khusus
yang mereka alami dalam masyarakat mereka, sehingga mengesankan bahwa
uraian itulah yang merupakan pandangan Al-Qur'an untuk setiap waktu dan
tempat. Hal ini dirasa terlalu “mengikat” generasi berikutnya.
Metode Ijmali (Global)
Metode ini adalah berusaha menafsirkan Al-Qur'an secara singkat dan
global,
dengan menjelaskan makna yang dimaksud tiap kalimat dengan bahasa yang
ringkas sehingga mudah dipahami. Urutan penafsiran sama dengan metode
tahlili namun memiliki perbedaan dalam hal penjelasan yang singkat dan
tidak panjang lebar.
Keistimewaan tafsir ini ada pada kemudahannya sehingga dapat
dikonsumsi oleh lapisan dan tingkatan kaum muslimin secara merata.
Sedangkan kelemahannya ada pada penjelasannya yang terlalu ringkas
sehingga tidak dapat menguak makna ayat yang luas dan tidak dapat
menyelesaikan masalah secara tuntas.
Metode Muqarin
Tafsir ini menggunakan metode perbandingan antara ayat dengan ayat, atau ayat dengan
hadits, atau antara pendapat-pendapat para
ulama tafsir dengan menonjolkan perbedaan tertentu dari obyek yang diperbandingkan itu.
Metode Maudhu’i (Tematik)
Metode ini adalah metode tafsir yang berusaha mencari jawaban
Al-Qur'an dengan cara mengumpulkan ayat-ayat Al-Qur'an yang mempunyai
tujuan satu, yang bersama-sama membahas topik atau judul tertentu dan
menertibkannya sesuai dengan masa turunnya selaras dengan sebab-sebab
turunnya, kemudian memperhatikan ayat-ayat tersebut dengan
penjelasan-penjelasan, keterangan-keterangan dan hubungan-hubungannya
dengan ayat-ayat lain kemudian mengambil hukum-hukum darinya.
Macam Tafsir Al-Qur'an
Setiap penafsir akan menghasilkan corak tafsir yang berbeda
tergantung dari latar belakang ilmu pengetahuan, aliran kalam, mahzab
fiqih, kecenderungan
sufisme dari
mufassir itu sendiri sehingga tafsir yang dihasilkan akan mempunyai berbagai corak.
Abdullah Darraz mengatakan dalam
an-Naba’ al-Azhim sebagai berikut:
“ |
Ayat-ayat Al-Qur'an bagaikan intan, setiap sudutnya memancarkan cahaya
yang berbeda dengan apa yang terpancar dari sudut-sudut lainnya, dan
tidak mustahil jika kita mempersilahkan orang lain memandangnya, maka ia
akan melihat banyak dibandingkan apa yang kita lihat. |
” |
Di antara berbagai corak itu antara lain adalah :
- Corak Sastra Bahasa: munculnya corak ini diakibatkan banyaknya orang non-Arab yang memeluk Islam serta akibat kelemahan orang-orang Arab sendiri di bidang sastra sehingga dirasakan perlu untuk menjelaskan kepada mereka tentang keistimewaan dan kedalaman arti kandungan Al-Qur'an di bidang ini.
- Corak Filsafat dan Teologi : corak ini muncul karena adanya penerjemahan kitab-kitab filsafat yang memengaruhi beberapa pihak serta masuknya penganut agama-agama lain ke dalam Islam yang pada akhirnya menimbulkan pendapat yang dikemukakan dalam tafsir mereka.
- Corak Penafsiran Ilmiah: akibat kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi maka muncul usaha-usaha penafsiran Al-Qur'an sejalan dengan perkembangan ilmu yang terjadi.
- Corak Fikih: akibat perkembangan ilmu fiqih dan terbentuknya madzhab-mahzab
fikih maka masing-masing golongan berusaha membuktikan kebenaran
pendapatnya berdasarkan penafsiran-penafsiran mereka terhadap ayat-ayat hukum.
- Corak Tasawuf : akibat munculnya gerakan-gerakan sufi maka muncul pula tafsir-tafsir yang dilakukan oleh para sufi yang bercorak tasawuf.
- Corak Sastra Budaya Kemasyarakatan: corak ini dimulai pada masa Syaikh Muhammad Abduh yang menjelaskan petunjuk-petunjuk ayat-ayat Al-Qur'an yang berkaitan langsung dengan kehidupan masyarakat,
usaha-usaha untuk menanggulangi masalah-masalah mereka berdasarkan
petunjuk ayat-ayat, dengan mengemukakan petunjuk tersebut dalam bahasa yang mudah dimengerti dan enak didengar.
Perkembangan
Ilmu tafsir Al Qur'an terus mengalami perkembangan sesuai dengan
tuntutan zaman. Perkembangan ini merupakan suatu keharusan agar Al
Qur'an dapat bermakna bagi umat
Islam.
Pada perkembangan terbaru mulai diadopsi metode-metode baru guna
memenuhi tujuan tersebut. Dengan mengambil beberapa metode dalam ilmu
filsafat yang digunakan untuk membaca teks
Al-Qur'an
maka dihasilkanlah cara-cara baru dalam memaknai Al-Qur'an. Di antara
metode-metode tersebut yang cukup populer antara lain adalah Metode
Tafsir Hermeneutika dan Metode
Tafsir Semiotika.
Tafsir terkenal antara lain
- 'Abdullah bin Abbas, dilahirkan di Syi’bi tiga tahun sebelum
hijrah, ada yang mengatakan lima tahun sebelum hijrah, dan wafat di kota
Thoif pada tahun 65 H, dan ada yang mengatakan tahun 67 H, dan ‘Ulama’
Jumhur mengatakan wafat pada tahun 68 H., banyak melahirkan beberapa
tafsir yang tidak terhitung jumlahnya, dan tafsiran beliau dikumpulkan
dalam sebuah kitab yang diberi nama Tafsir ibnu Abbas. Di dalam kitab
ini terdapat beberapa riwayat dan metode yang berbeda-beda, namun yang
paling bagus adalah tafsir yang diriwayatkan oleh Ali bin Abi Thalhah Al
Hasyimi.
- Mujahid bin Jabr, dilahirkan pada tahun 21 H, pada masa ke
pemimpinan Umar bin Khattob, dan wafat pada tahun 102/103 H. sedangkan
menurut Yahya bin Qhatton, beliau wafat pada tahun 104 H., termasuk
tokoh tafsir pada masa tabi’in sehingga beliau dikatakan tokoh paling
‘alim dalam bidang tafsir pada masa tabi’in, dan pernah belajar tafsir
kepada Ibnu Abbas sebanyak 30 kali.
- Atthobari, bernama lengkap Muhammad bin Jarir, di
lahirkan di Baghdad pada tahun 224 H, dan wafat pada tahun 310 H.
karangan-karangannya adalah Jami’ul Bayan Fi Tafsiril Qur’an, Tarikhul
Umam Al muluk dan masih banyak lagi yang belum disebutkan.
- Ibnu Katsir, bernama lengkap Isma’il bin Umar Al Qorsyi ibnu Katsir Al Bashri.
Di lahirkan pada tahun 705 H. dan wafat pada tahun 774 H. termasuk ahli
dalam bidang fiqih, hadist, sejarah, dan tafsir, karangan-karangannya
adalah Al Bidayah Wan Nihayah Fi Tarikhi, Al Ijtihad Fi Tholabil jihad,
Tafsirul Qur’an, dan lain-lainnya.
- Fakhruddin Ar Rozi, bernama lengkap Muhammad bin Umar bin Al Hasan Attamimi Al Bakri Atthobaristani Ar Rozi Fakhruddin yang terkenal dengan sebutan Ibnul Khotib As Syafi’i,
lahir di Royyi pada tahun 543 H. dan wafat pada tahun 606 H. di harrot,
mengajarkan ilmu-ilmu agama dan ilmu-ilmu pasti, dan juga mendalami
ilmu filsafat dan mantiq, karangannya adalah mafatihul Ghoib fi Tafsirul
Qur’an, Al Muhasshol fi Ushulil Fiqh, Ta’jizul Falasifah dan
lain-lainya.
Ilmu yang terkait dengan Ilmu Tafsir
- Lughat (fitologi), yaitu ilmu untuk mengetahui setiap arti
kata Al-Qur'an. Mujahid rah.a., berkata, "Barangsiapa beriman kepada
Allah dan hari akhirat, ia tidak layak berkomentar tentang ayat-ayat
Al-Qur'an tanpa mengetahui ilmu lughat. Sedikit pengetahuan tentang ilmu
lughat tidak cukup karena kadangkala satu kata mengandung berbagai
arti. Jadi hanya mengetahui satu atau dua arti, tidaklah cukup. Dapat
terjadi, yang dimaksud kata tersebut adalah arti yang berbeda.
- Nahwu (tata bahasa). Sangat penting mengetahui ilmu nahwu,
karena sedikit saja i'rab (bacaan akhir kata) berubah akan mengubah arti
kata tersebut. Sedangkan pengetahuan tentang i'rab hanya di dapat dalam
ilmu nahwu.
- Sharaf (perubahan bentuk kata)
- Isytiqaq (akar kata)
- Ma'ani (susunan kata)
- Bayaan
- Badi'
- Qira'at
- Aqa'id
- Ushul Fiqih
- Asbabun Nuzul. Asbabunnuzul adalah sebuah ilmu yang
menerangkan tentang latar belakang turunnya suatu ayat. Atau bisa juga
keterangan yang menjelaskan tentang keadaan atau kejadian pada saat
suatu ayat diturunkan, meski tidak ada kaitan langsung dengan turunnya
ayat. Tetapi ada konsideran dan benang merah antara keduanya. Seringkali
peristiwa yang terkait dengan turunnya suatu ayat bukan hanya satu,
bisa saja ada beberapa peristiwa sekaligus yang menyertai turunnya suatu
ayat. Atau bisa juga ada ayat-ayat tertentu yang turun beberapa kali,
dengan motivasi kejadian yang berbeda.
- Nasikh Mansukh
- 'Fiqih
- Hadits
- Wahbi