Pages

terjemahan

Wednesday 26 September 2012

LINGUISTIK


Pengertian dan Definisi Linguistik Menurut Para Ahli
Linguistik merupakan dasar dalam mempelajari keahlian berbahasa. Sedangkan manfaat dari linguistik antara lain dapat membantu dalam menyelesaikan dan melaksanakan tugas, penting bagi guru bahasa dan guru studi, dapat menterjemahkan suatu bahasa ke bahasa lain, dapat digunakan untuk menyusun kamus, serta bisa digunakan untuk menuntun buku pelajaran.

Berikut ini adalah pengertian dan definisi linguistik menurut para ahli:
1.      BLOOMFIELD (1933: 20-34)
Linguistik adalah sain (science), seperti halnya fisika dan kimia adalah sain.
2.       COMSKY
Linguistik adalah sebuah generatif yang bersifat mentalistik karena tujuan utamanya adalah menjelaskan hakekat competence, dan bukan performance.
3.      HJLEMSLEV
Linguistik adalah sebuah contoh metasemiotika (telaah tentang bahasa yang juga adalah bahasa itu sendiri)
4.      BENVENISTE
Linguistik adalah perbedaan antara dimensi-simensi semiotik dan semantik pada bahasa
5.      NEWMARK
Lingusitik adalah ide dasar yang ada di dalam teks yang bersangkutan. Bisa dikatakan bahwa makna ini tidak berbeda jauh dari serangkaian makna leksikal.
6.      MARTINET (1987: 19)
Linguistik adalah ilmu yang mengambil bahasa sebagai objek kajiannya
7.      MATTHEWS
Linguistik didefinisikan sebagai ilmu bahasa atau studi ilmiah mengenai bahasa
8.      HARIMUTI KRIDALAKSANA
Linguistik merupakan ilmu tentang tata bahasa
9.      DUBOIS, JEAN
Linguistik merupakan kajian ilmiah tentang bahasa

SEJARAH DAN ALIRAN LINGUISTIK.

Ilmu linguistik dapat dibagi menjadi 2 yaitu linguistik tradisional dan linguistik strukturals. Inguistik tradisional menganalisis bahasa berdasarkan filsafat dan semantic, sedangkan linguistic strukturais mengkaji berdasarkan struktur atau cirri-ciri formal yang ada dalam suatu bahasa tertentu.
Linguistic tradisional dibagi menjadi 5 dekade dimana setiap periode tersebut mempunyai perbedaan atau ciri yang khas. Pertama pada abad 5 sebelum masehi hingga abad 2 M terdapat teori linguistic zaman Yunani. Masalah yang sering dibahas yaitu pertentangan antara fisis dan nomos serrta pertentangan antara anomali dengan analogi.
Sesudah zaman Yunani muncul kaum Sophis yang kemudian disusul oleh teori Plato. Kaum Sophis lebih menekankan pengklarifisian bentuk kalimat, ia membagi kalimat menjadi kalimat tanya, perintah, jawab, narasi,laporan, doa dan undangan. Plato merupakan orang yang pertama membedakan kata dalam onoma dan rhema. Aristoteles yang merupakan murid dari Plato tak mau ketinggalan, ia menambah teori dari guruya dengan menambah satu kelas lagi yaitu syndesmci.
Sesudah itu muncul kaum Stoik yang diperkirakan beredar abad 4 SM, dimana mereka lebis spesifik lagi dalam membagi jenis kata dan membedakan kata kerja. Selain keempat periode tersebut masih terdapat satu teori lagi yang dipopolerkan oleh kaum Alexandrian yang menganut paham analogi dalam studi bahasa. Pada linguistic tradisional itu sendiri selain zaman Yunani juga ada zaman pertengahan, zaman Romawi, zaman Renaisans, dan menjelang lahirnya linguistic modern.
Linguistic strukturalis lebih berusaha mendeskripsikan suatu bahasa berdasarkan ciri atau sifat yang dimiliki bahasa itu. Ferdinand de Saussure merupakan Bapak linguistic modern. Ia telah menelaah sinkronik dan diakronik, langue dan parole, significant dan signifie serta hbungan sintagmatik dan paradigmatic. Pada tahun 1926 terdapat aliran Praha yang membedakan fonetik dan fonologi.
Di Denmark lahir sebuah aliran Glosematik yang Analisis bahasa dimulai dari wacana keudian ujaran itu dianalisis atas konstituen yang mempunyai hubungan paradigmatic dalam rangka forma, substansi, ungkapan, dan isi. Tak mau kalah di London juga mempopulerkan aliran Firthian atau bisa disebut dengan aliran prosodi yaitu suatu cara untuk menentukan arti pada tatanan fonetis.murid dari Firth yang bernama M.A.K Halliday mengembangkan teori gurunya mengenai bahasa, khususnya yang berkenaan dengan segi kemasyarakatan bahasa.
Pada tahun 1877-1949 oleh Leonard Bloomfield diperkenalkan aliran strukturalis Amerika, strukturalis ini lebih komplek karena dapat dimasukkan ke semua aliran linguistic. Terkhir muncul aliran tagmemik arti tagmem disini ialah korelasi antara fungsi gramatikal atau slot sebagai sekelompok bentuk-bentuk kata yang dapat saling dipertukarkan untuk mengisi slot tersebut.

Sunday 23 September 2012

PRINSIP UMUM PENERJEMAHAN YANG BAIK


A.    PENDAHULUAN
Penerjemahan dapat di artikan sebagai semua kegiatan manusia dalam mengalihkan seperangkat informasi atau pesan, dari informasi asal atau informasi sumber (source information) ke dalam informasi sasaran (target information).
Didalam penerjemahan terdapat beberapa prinsip yang harus di ketahui dan dimiliki oleh setiap penerjemah. Dan didalam makalah ini akan membahas tentang prinsip-prinsip serta kewajiban bagi seorang penerjemah.

B.     RUMUSAN MASALAH

1.      Bagaimanakah Prinsip-prisip penerjemahan?
2.      Apa saja kewajiban bagi penerjemah?

C.    PEMBAHASAN
1.      Prinsip-prinsip penerjemahan
Penerjemahan merupakan suatu pekerjaan yang membutuhkan kesungguhan. Ini karena penerjemahan yang tidak sungguh-sungguh akan menimbulkan kekeliruan dan akan menimbulkan kesalahpahaman dari maksud pengarang. Maka untuk mendapatkan hasil penerjemahan yang baik seorang penerjemah harus mengikuti prinsip-prinsip dasar penerjemahan.
Penerjemahan memiliki dua prinsip, yakni prinsip dasar dan prinsip umum.
A.  Prinsip dasar
Terdapat beberapa tokoh yang mengemukakan prinsip-prinsip dasar penerjemahan. Beberapa  diantaranya yaitu Marthin Luther (1483-1546), yang mengemukakan bahwa seorang penerjemah haruslah mampu:
1.      Mengalihkan aturan kata-kata;
2.      Mempergunakan kata kerja bantu (auxiliary verbs);
3.      Mempergunakan kata penghubung (conjunction) bila memang di perlukan;
4.      Tidak memasukkan kata-kata atau istilah-istilah yang tidak ada padanan-terjemahnya di dalam bahasa sasaran;
5.      Mempergunakan frase-frase tertentu atau ungkapan-ungkapan tertentu apabila salah satu kata bahasa sumber itu tidak ditemui padanan terjemahnya dalam bahasa sasaran;
6.      Mampu mengamati ragam dan gaya bahasa sumber.
Eltiene Dollet yang  mengemukakan prinsip-prinsip dasar penerjemahan. Menurutnya penerjemah harus memiliki kemampuan antara lain:
1.      Penerjemah haruslah sepenuhnya memahami isi dan maksud pengarang yang tertuang di dalam bahasa sumber;
2.      Penerjemah haruslah mempunyai pengetahuan bahasa yang sempurna, baik bahasa sumber maupun bahasa sasaran;
3.      Penerjemah haruslah menghindari kecenderungan menerjemahkan kata per kata, oleh karena apabila teknik demikian ia lakukan maka ia akan merusak makna kata asli dan keindahan ekspresi;
4.      Penerjemah haruslah mampu menggunakan ungkapan-ungkapan yang biasa digunakan sehari-hari;
5.      Penerjemah haruslah berkemampuan menyajikan nada (tune) dan warna asli bahasa sumber dalam karya terjemahannya[1].

B.  Prinsip Umum
Abdurrahman Suparno dan M. Azhar menyebutkan sembilan prinsip umum penerjemahan yang baik:
1.      Menggunakan kalimat pendek. 30-45 kata per kalimat lebih dari mencukupi.
2.      Menghilangkan kata mubazir.
3.      Singkat, simpel, langsung bisa dipahami.
4.      Menghindari bahasa yang sulit dipahami. Jika ada, menyertakan maknanya.
5.      Tidak mengulang-ngulang kata yang sama.
6.      Mematuhi EYD yang benar.
7.      Kata bervariatif.
8.      Tidak terpengaruh struktur asing[2]
Selain prinsip-prinsip penerjemahan yang telah dikemukakan diatas, seorang penerjemah juga harus mengerti betul prinsip-prinsip terjemahan sebagai pedoman penerjemahan, prinsip-prinsip tersebut adalah:
1.      Ketepatan dan keakuratan
Seorang penerjemah haruslah tepat dan akurat dalam menerjemahkan karya dari bahasa sumber ke dalam bahasa sasaran, ketika penerjemah tidak fokus pada terjemahan sehingga mengakibatkan ketidaktepatan terjemahan maka akan terjadi kekeliruan yang fatal terutama bagi penafsiran pembaca tentang apa yang sudah diterjemahkan.
2.      Kejelasan
Kejelasan yang dimaksud disini adalah kejelasan hasil dari terjemahan, artinya, penerjemah harus menguasai betul bahasa sasaran, sehingga apa yang hendak disampaikan oleh penerjemah benar-benar bisa dipahami dan dimengerti oleh masyarakat dalam bahasa sasaran. Jangan sampai seorang penerjemah hanya mahir bahasa sumber tapi lalai dalam bahasa sasaran, ini akan menyulitkan bagi pembaca jika terjadi kekurangan kejelasan dari hasil.
3.      Terjemahan, kewajaran atau kealamiahan
Seorang penerjemah harus mengerti tentang prinsip kewajaran dan kealamiahan. Kosa kata “wajar” dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia memiliki arti:
·               Biasa sebagaimana adanya tanpa tambahan apa pun;
·               Menurut keadaan yang ada; sebagaimana mestinya.

Merujuk definisi kata wajar tersebut, maka bisa diartikan, wajar di sini adalah bagaimana seorang penerjemah menerjemahkan karya dengan sewajarnya, namun memang, penerjemah boleh saja menambahkan materi dalam terjemahan, dan juga mengurangi materi yang tidak perlu, tapi harus tetap dalam batas wajar, tidak perlu terlalu berlebihan sehingga terlihat karya terjemahan tersebut justru seperti karya hasil pemikiran tunggal si penerjemah.
4.      Tidak mengubah maksud pengarang teks asal.
Prinsip ini sudah sangat jelas untuk penerjemah. Tetapi, pada praktiknya, penerjemah kesulitan untuk tidak mengubah maksud pengarang asal (teks sumber) secara 100%, ini dikarenakan banyak perbedaan budaya dan bahasa antara bahasa sumber dan sasaran, tetapi alasan ini tidak berarti memperbolehkan penerjemah mengubah maksud pengarang dengan sengaja dan berlebihan atau bahkan melenceng dari maksud sebenarnya.
5.      Menghasilkan terjemahan yang mudah dipahami pembaca.
Penerjemahan merupakan bagian dari komunikasi, oleh karena itu, suatu terjemahan hendaknya mudah dipahami dan dimengerti agar tujuan komunikasi antara pembaca dan pengarang bisa tercapai.
6.      Menghormati tatabahasa penerima.
Dalam proses menerjemahkan, tata bahasa untuk bahasa sasaran harus dihormat. Ini berarti tata bahasa sumber tidak seharusnya dipaksakan dalam teks terjemahan (teks sasaran).
7.      Menerjemahkan makna bahasa bukan bentuk bahasa.
Dalam proses penerjemahan, makna harus menjadi prioritas utama. Penerjemah hendaknya jangan terlalu memaksakan diri untuk menerjemahkan bentuk bahasa sumber sehingga menghasilkan terjemahan yang tebrelit-belit, kaku, dan sulit dipahami, jadi, selalu prioritaskan makna dan tujuan pengarang, bukan terpaku pada bentuk bahasa.


2.      Kewajiban bagi Penerjemah
Selain prinsip-prinsip pokok yang harus dimengerti oleh penerjemah, penerjemah juga perlu mengetahui keharusan / kewajiban yang harus dilaksanakan sebagai seorang penerjemah sebelum seseorang memutuskan untuk menjadi penerjemah, karena menerjemahkan bukanlah hal yang mudah.

Dari beberapa sumber yang telah mengemukakan pendapat tentang persyaratan menjadi penerjemah, maka bisa dipaparkan berbagai persyaratan atau keharusan penerjemah, yaitu:
1. memiliki pengetahuan bahasa sumber yang sempurna.
2. memahami materi yang akan diterjemahkan.
3. mengetahui terminologi-terminologi padanan terjemahan di dalam bahasa sasaran.
4. berkemampuan mengekspresikan dan mengapresiasi serta merasakan gaya, irama, dan nuansa bahasa sumber dan bahasa sasaran. Hal demikian akan sangat membantu menciptakan ‘mood’ atau keadaan yang diinginkan penulis aslinya.
5. penerjemah juga harus berkemampuan memahami isi pesan yang disampaikan penulis ke dalam bahasa sumber.
6. penerjemah juga harus pula memperhatikan kehalusan makna dan nilai emotif tertentu dari kosakata bahasa sumber serta gaya bahasa yang akan dapat menentukan cita rasa (flavour and feel ) pesan yang disampaikan.
7. memiliki pengetahuan linguistik yang memadai baik bahasa sumber maupun bahasa sasaran agar mampu menganalisis setiap makna yang diperlihatkan oleh bentuk gramatikal bahasa sumber dan bahasa sasaran;
8. mengetahui aspek kebudayaan dari kedua bahasa, karena setiap bahasa mempunyai kebudayaan yang berbeda dengan yang lainnya (cultural relativity), contoh, ungkapan “Mau kemana?” yang berpadanan dengan “where are you going” oleh budaya bahasa inggris.
9. mempunyai pengetahuan yang cukup atau mengenal bidang atau masalah bidang (subject matters) pengetahuan yang diterjemahkannya[3]

D.    SIMPULAN
Penerjemahan memiliki dua prinsip, yakni prinsip dasar dan prinsip umum.
1.      Prinsip dasar
2.      Prinsip umum
Marthin Luther (1483-1546), mengemukakan bahwa seorang penerjemah haruslah mampu:
Ø  Mengalihkan aturan kata-kata;
Ø  Mempergunakan kata kerja bantu (auxiliary verbs);
Ø  Mempergunakan kata penghubung (conjunction) bila memang di perlukan;
Ø  Tidak memasukkan kata-kata atau istilah-istilah yang tidak ada padanan-terjemahnya di dalam bahasa sasaran;
Ø  Mempergunakan frase-frase tertentu atau ungkapan-ungkapan tertentu apabila salah satu kata bahasa sumber itu tidak ditemui padanan terjemahnya dalam bahasa sasaran;
Ø  Mampu mengamati ragam dan gaya bahasa sumber.
Abdurrahman Suparno dan M. Azhar menyebutkan sembilan prinsip umum penerjemahan yang baik:
Ø  Menggunakan kalimat pendek. 30-45 kata per kalimat lebih dari mencukupi.
Ø  Menghilangkan kata mubazir.
Ø  Singkat, simpel, langsung bisa dipahami.
Ø  Menghindari bahasa yang sulit dipahami. Jika ada, menyertakan maknanya.
Ø  Tidak mengulang-ngulang kata yang sama.
Ø  Mematuhi EYD yang benar.
Ø  Kata bervariatif.
Ø  Tidak terpengaruh struktur asing
Kewajiban/keharusan bagi seorang Penerjemah:
Ø  memiliki pengetahuan bahasa sumber yang sempurna.
Ø  memahami materi yang akan diterjemahkan.
Ø  mengetahui terminologi-terminologi padanan terjemahan di dalam bahasa sasaran.
Ø  berkemampuan mengekspresikan dan mengapresiasi serta merasakan gaya, irama,

E.     PENUTUP
Demikianlah makalah dari kelompok kamiyang dapat kami sampaikan kepada teman-teman sekalian.tentunya masih ada banyak kekurngan serta kesalahan.baik dalam penulisan atau penyampaian.
DAFTAR PUSTAKA
UIN, BAB II landasan teoritis penerjemahan.pdf hal 14-15
Abdurrahman Suparno dan Mohammad Azhar, MAFAZA Pintar Menerjemahkan Bahasa Arab-Indonesia, (Yogyakarta: 2005), hlm.15
http://gelorakata.blogspot.com/2010/09/prinsip-prinsip-terjemahan_5469.html


[1]  UIN, BAB II landasan teoritis penerjemahan.pdf hal 14-15
[2] Abdurrahman Suparno dan Mohammad Azhar, MAFAZA Pintar Menerjemahkan Bahasa Arab-Indonesia, (Yogyakarta: 2005), hlm.15
[3] http://gelorakata.blogspot.com/2010/09/prinsip-prinsip-terjemahan_5469.html