Pages

terjemahan

Friday 27 April 2012

Metode Dan Konteks Lingkungan Pendidikan Dalam Filsafat Pendidikan


A. pendahuluan.

Tidaklah berlebihan jika ada sebuah ungkapan “aththariqah ahammu minal maddah”, bahwa metode jauh lebih penting disbanding materi, karena sebaik apapun tujuan pendidikan, jika tidak didukung oleh metode yang tepat, tujuan tersebut sangat sulit untuk dapat tercapai dengan baik. Sebuah metode akan mempengaruhi sampai tidaknya suatu informasi secara lengkap atau tidak.. Oleh sebab itu pemilihan metode pendidikan harus dilakukan secara cermat, disesuaikan dengan berbagai faktor terkait, sehingga hasil pendidikan dapat memuaskan. Apa yang dilakukan Rasulullah SAW saat menyampaikan wahyu Allah kepada para sahabatnya bisa kita teladani,  karena Rasul saw. sejak awal sudah mengimplementasikan metode pendidikan yang tepat terhadap para sahabatnya. Strategi pembelajaran yang beliau lakukan sangat akurat dalam menyampaikan ajaran Islam. Rasul saw. sangat memperhatikan situasi, kondisi dan karakter seseorang, sehingga nilai-nilai Islami dapat ditransfer dengan baik. Rasulullah saw. juga sangat memahami naluri dan kondisi setiap orang, sehingga beliau mampu menjadikan mereka suka cita, baik meterial maupun spiritual, beliau senantiasa mengajak orang untuk mendekati Allah swt. dan syari’at-Nya.

C. Pembahasan.
a.        Pengertian Metode dan Fungsi Pendidikan

Kata metode berasal dari bahasa Yunani. Secara etimologi, kata metode berasal dari dari dua suku perkataan, yaitu meta dan hodos. Meta berarti “melalui dan hodos berrti “jalan” atau “cara. Dalam Bahasa Arab metode dikenal dengan istilah thariqah yang berarti langkah-langkah strategis yang harus dipersiapkan untuk melakukan suatu pekerjaan.Sedangkan dalam bahasa Inggris metode disebut method yang berarti cara dalam bahasa Indonesia.
Sedangkan menurut terminologi (istilah) para ahli memberikan definisi yang beragam tentang metode, terlebih jika metode itu sudah disandingkan dengan kata pendidikan atau pengajaran diantaranya :
1.      Winarno Surakhmad mendefinisikan bahwa metode adalah cara yang di dalam fungsinya merupakan alat untuk mencapai tujuan
2.      Abu Ahmadi mendefinisikan bahwa metode adalah suatu pengetahuan tentang cara-cara mengajar yang dipergunakan oleh seorang guru atau instruktur
3.      Ramayulis mendefinisikan bahwa metode mengajar adalah cara yang dipergunakan guru dalam mengadakan hubungan dengan peserta didik pada saat berlangsungnya proses pembelajaran. Dengan demikian metode mengajar merupaka alat untuk menciptakan proses pembelajaran.
4.      Omar Mohammad mendefinisikan bahwa metode mengajar bermakna segala kegiatan yang terarah yang dikerjakan oleh guru dalam rangka kemestian-kemestian mata pelajaran yang diajarkannya, cirri-ciri perkembangan muridnya, dan suasana alam sekitarnya dan tujuan menolong murid-muridnya untuk mencapai proses belajar yang diinginkan dan perubahan yang dikehendaki pada tingkah laku mereka.
Sedangkan dalam penerapannya, metode pendidikan Islam menyangkut permasalahan individual atau social peserta didik dan pendidik itu sendiri. Untuk itu dalam menggunakan metode seorang pendidik harus memperhatikan dasar-dasar umummetode pendidikan Islam. Sebab  metode pendidikan merupakan sarana atau jalan menuju tujuan pendidikan, sehingga segala jalan yang ditempuh oleh seorang pendidik haruslah mengacu pada dasar-dasar metode pendidikan tersebut. Dasar metode pendidikan Islam itu diantaranya adalah dasar agamis, biologis, psikologis, dan sosiologis.
1.      Dasar Agamis (metode yang digunakan dalam pendidikan Islam haruslah berdasarkan pada Agama).
2.      Dasar Biologis.
3.      Dasar Psikologis (didasarkan pada perkembangan dan kondisi psikologis peserta didiknya).
4.      Dasar sosiologis (interaksi antara pesrta didik dengan peserta didik dan ada interaksi antara pendidik dengan peserta didik).
Keempat dasar di atas merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dan harus diperhatikan oleh para pengguna metode pendidikan Islam agar dalam mencapai tujuan tidak mengunakan metode yang tidak tepat dan tidak cocok kondisi agamis, kondisi biologis, kondisi psikologis, dan kondisi sosiologis peserta didik.
b.      Macam-macam Metode dalam Pendidikan Islam
Sebagai ummat yang telah dianugerahi Allah Kitab AlQuran yang lengkap dengan petunjuk yang meliputi seluruh aspek kehidupan dan bersifat universal sebaiknya menggunakan metode mengajar dalam pendidikan Islam yang prinsip dasarnya dari Al Qur’an dan Hadits. Diantara metode-  metode tersebut adalah:
a. Metode Ceramah
Metode ceramah adalah cara penyampaian informasi melalui penuturan secara lisan oleh pendidik kepada peserta didik
b. Metode Tanya jawab
Metode Tanya jawab adalah suatu cara mengajar dimana seorang guru mengajukan beberapa pertanyaan kepada murid tentang bahan pelajaran yang telah diajarkan atau bacaan yang telah mereka baca.
c. Metode diskusi
Metode diskusi adalah suatu cara penyajian/ penyampaian bahan pelajaran dimana pendidik memberikan kesempatan kepada peserta didik/ membicarakan dan menganalisis secara ilmiyah guna mengumpulkan pendapat, membuat kesimpulan atau menyusun   berbagai alternative pemecahan atas sesuatu masalah
d. Metode Pemberian Tugas
Metode pemberian tugas adalah suatu cara mengajar dimana seorang guru memberikan tugas-tugas tertentu kepada murid-murid, sedangkan hasil tersebut diperiksa oleh gur dan murid harus mempertanggung jawabkannya.
e. Metode Demontrasi
Metode demontrasi adalah suatu cara mengajar dimana guru mempertunjukan tentang proses sesuatu, atau pelaksanaan sesuatu sedangkan murid memperhatikannya.
f. Metode eksperimen
Suatu cara mengajar dengan menyuruh murid melakukan suatu   percobaan, dan setiap proses dan hasil percobaan itu diamati oleh setiap murid, sedangkan guru memperhatikan yang dilakukan oleh murid sambil memberikan arahan.
g. Metode Amsal/perumpamaan
Yaitu cara mengajar dimana guru menyampaikan materi pembelajaran melalui contoh atau perumpamaan.
h. Metode Targhib dan Tarhib
Yaitu cara mengajar dimana guru memberikan materi pembelajaran dengan menggunakan ganjaran terhadap kebaikan dan hukuman terhadap keburukan agar peserta didik melakukan kebaikan dan menjauhi keburukan.
i. Metode pengulangan (tikror)
Yaitu cara mengajar dimana guru memberikan materi ajar dengan cara mengulang-ngulang materi tersebut dengan harapan siswa bisa mengingat lebih lama materi yang disampaikan.[1]
c.       Pengertian dan fungsi lingkungan pendidikan
Manusia memiliki sejumlah kemampuan yang dapat dikembangkan melalui pengalaman. Pengalaman itu terjadi karena interaksi manusia dengan lingkungannya, baik lingkungan fisik atau lingkungan social manusia secara efisien dan efektif itulah yang disebut dengan pendidikan. Dan latar tempat berlangsungnya pendidikan  itu disebut lingkungan pendidikan, khususnya pada tiga lingkungan utama pendidikan yakni keluarga, sekolah, dan masyarakat atau lebih dikenal dengan sebutan TRIPUSAT PENDIDIKAN.
Secara umum fungsi lingkungan pendidikan adalah membantu peserta didik dalam berinteraksi dengan berbagai lingkungan sekitarnya (fisik, social, dan budaya), utamanya berbagai sumber daya pendidikan yang tersedia, agar dapat dicapai tujuan pendidikan yang optimal. Penataan lingkungan pendidikan itu terutama dimaksudkan agar proses pendidikan dapat berkembang efisien dan efektif.
d.      Tripusat Pendidikan.
1.      Lingkungan Keluarga
Keluarga merupakan pengelompokan primer yang terdiri dari sejumlah kecil orang karena hubungan semenda dan sedaarah. Keluarga itu dapat berbenruk keluarga inti (nucleus family : ayah, ibu, dan anak), ataupun keluarga yang diperluas (disamping inti, ada orang lain: kakek/nenek, adik/ipar, pembantu, dan lain-lain). Pada umumnya jenis kedualah yang banyak ditemui dalam masyarakat Indonesia. Meskipun ibu merupakan anggota keluarga yang mula-mula yang paling berpengaruh terhadap tumbuh kembang anak, namun pada akhirnya seluruh anggota keluarga itu ikut berinteraksi dengan anak. Disamping factor iklim social itu, factor-faktor lain dalam keluarga itu ikut pula mempengaruhi  tumbuh kembangnya anak, seperti kebudayaan, tingkat kemakmuran, keadaan perumahannya, dan sebagainya. Dengan kata lain, tumbuh kembang anak dipengaruhi oleh keseluruhan situasi dan kondisi keluarganya.
Fungsi dan peranan keluarga, disamping pemerintah dan masyarakat, dalam sisdiknas Indonesia tidak terbatas hanya pada pendidikan keluarga saja, akan tetapi keluarga ikut serta bertanggung jawab terhadap pendidikan lainnya. Khususnya untuk pendidikan keluarga, terdapat beberapa ketentuan dalam UU RI No. 2 Tahun 1989 tentang sisdiknas yang menegaskan fungsi dan peranan keluarga dalam pencapaian tujuan pendidikan yakni membangun manusia Indonesia seutuhnya. Pendidikan keluarga merupakan bagian dari jalur pendidikan luar sekolah yang diselenggarakan dalam keluarga dan yang memberikan keyakinan agama, nilai budaya, nilai moral, dan keterampilan (pasal 10 ayat 4). Dalam penjelasan UU tersebut ditegaskan bahwa pendidikan keluarga itu merupakan salah satu upaya mencerdaskan kehidupan bangsa melalui pengalaman seumur hidup. Pendidikan dalam keluarga meemberikan keyakinan agama. Nilai budaya yang mencakup nilai moral dan aturan-aturan pergaulan serta pandangan, keterampilan, dan sikap hidup yang mendukung kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara kepaada anggota keluarga yang berasngkutan (Undang-Undang, 1992: 26).
Lingkungan keluarga sungguh-sunguh merupakan pusat pendidikan yang penting dan menentukan, karena itu tugas penddikan aadalah mencari cara, membantu para ibu dalam tiap keluarga agar dapat mendidik anak-anaknya dengan optimal. Anak-anak yang biasanya turut serta mengerjakan segala pekerjaan didalam keluarganya, dengan sendirinya mengalami dan mempraktekkan bermacam-macam kegiatan yang amat berfaedah bagi pendidikan watak dan budi pekerti seperti kejujuran, keberanian, ketenangan dan sebagainya. Keluarga juga membina dan mengembangkan perasaan social anak seperti hidup hemat, menghargai kebenaran, tenggang rasa, menolong orang lain, hidup damai, dan sebagainya. Jelaslah bahwa lingkungan keluarga bukannya pusat penanam dasar pendidikan watak pribadi saja, tetapi pendidikan social. Didalam keluargalah tempat menanam dasar pembentukan watak anak-anak. Decroly pernah mengemukakan bahwa 70% dari anak-anak yang jatuh ke jurang kejahatan berasal dari keluarga yang rusak kehidupannya. Oleh karena itu untuk memperbaiki keadaan masyarakat maka perlu adanya perbaikan dalam pendidikan keluarga (Wayan Adhana, 1989: Modul 4/10-11).
Akhirnya perlu ditegaskan lagi bahwa disamping pendidikan keluarga itu, keluarga juga ikut seyogyanya ikut mendukung progam-progam lingkungan pendidikan lainnya (Kelompok bermain, penitipan anak, sekolah, kursus/kelompok belajar, organisasi pemuda seperti pramuka, palang merah remaja, dan lain-lain).[2]
2.      Lingkungan Sekolah
Sekolah atau dalam Islam sering disebut madrasah, merupakan lembaga pendidikan formal, juga menentukan membentuk kepribadian anak didik yang Islami. Bahkan sekolah bisa disebut sebagai lembaga pendidikan kedua yang berperan dalam mendidik peserta didik. Hal ini cukup beralasan, mengingat bahwa sekolah merupakan tempat khusus dalam menuntut berbagai ilmu pengetahuan.
Abu Ahmadi dan Nur Uhbiyati menyebutkan bahwa disebut sekolah bila mana dalam pendidikan tersebut diadakan di tempat tertentu, teratur, sistematis, mempunyai perpanjangan dan dalam kurun waktu tertentu, berlangsung mulai dari pendidikan dasar sampai pendidikan tinggi, dan dilaksanakan berdasarkan aturan resmi yang telah ditetapkan.
Secara historis keberadaan sekolah merupakan perkembangan lebih lanjut dari keberadaan masjid. Sebab, proses pendidikan yang berlangsung di masjid pada periode awal terdapat pendidik, peserta didik, materi dan metode pembelajaran yang diterapkan sesuai dengan materi dan kondisi peserta didik. Hanya saja, dalam mengajarkan suatu materi, terkadang dibutuhkan tanya jawab, pertukaran pikiran, hingga dalam bentuk perdebatan sehingga metode seperti ini kurang serasi dengan ketenangan dan rasa keagungan yang harus ada pada sebagian pengunjung-pengunjung masjid.
Di Indonesia, lembaga pendidikan yang selalu diidentikkan dengan lembaga pendidikan Islam adalah pesantren, madrasah-Madrasah Ibtidaiyah (MI), Madrasah Tsanawiyah (MTs), dan Madrasah Aliyah (MA) dan sekolah milik organisasi Islam dalam setiap jenis dan jenjang yang ada, termasuk perguruan tinggi. Semua lembaga ini akan menjalankan proses pendidikan yang berdasarkan kepada konsep-konsep yang telah dibangun dalam sistem pendidikan Islam.

3.      Lingkungan Masyarakat.
Masyarakat sebagai lembaga pendidikan non formal, juga menjadi bagian penting dalam proses pendidikan, tetapi tidak mengikuti peraturan-peraturan yang tetap dan ketat. Masyarakat yang terdiri dari sekelompok atau beberapa individu yang beragam akan mempengaruhi pendidikan peserta didik yang tinggal di sekitarnya. Oleh karena itu, dalam pendidikan Islam, masyarakat memiliki tanggung jawab dalam mendidik generasi muda tersebut.
Menurut an-Nahlawi, tanggung jawab masyarakat terhadap pendidikan tersebut hendaknya melakukan beberapa hal, yaitu:
1.      Menyadari bahwa Allah menjadikan masyarakat sebagai penyuruh kebaikan dan pelarang kemungkaran/amar ma’ruf nahi munkar (Qs. Ali Imran/3: 104);
2.      Dalam masyarakat Islam seluruh anak-anak dianggap anak sendiri atau anak saudaranya sehingga di antara saling perhatian dalam mendidik anak-anak yang ada di lingkungan mereka sebagaimana mereka mendidik anak sendiri;
3.      Jika ada orang yang berbuat jahat, maka masyarakat turut menghadapinya dengan menegakkan hukum yang berlaku, termasuk adanya ancaman, hukuman, dan kekerasan lain dengan cara yang terdidik;
4.      Masyarakat pun dapat melakukan pembinaan melalui pengisolasian, pemboikotan, atau pemutusan hubungan kemasyarakatan sebagaimana yang pernah dicontohkan oleh Nabi; dan
5.      Pendidikan kemasyarakatan dapat dilakukan melalui kerja sama yang utuh karena masyarakat muslim adalah masyarakat yang padu..
Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa masyarakat sebagai lingkungan pendidikan yang lebih luas turut berperan dalam terselenggaranya proses pendidikan. Setiap individu sebagai anggota dari masyarakat tersebut harus bertanggung jawab dalam menciptakan suasana yang nyaman dan mendukung. Oleh karena itu, dalam pendidikan anak pun, umat Islam dituntut untuk memilih lingkungan yang mendukung pendidikan anak dan menghindari masyarakat yang buruk. Sebab, ketika anak atau peserta didik berada di lingkungan masyarakat yang kurang baik, maka perkembangan kepribadian anak tersebut akan bermasalah. Dalam kaitannya dengan lingkungan keluarga, orang tua harus memilih lingkungan masyarakat yang sehat dan cocok sebagai tempat tinggal orang tua beserta anaknya. Begitu pula sekolah atau madrasah sebagai lembaga pendidikan formal, juga perlu memilih lingkungan yang mendukung dari masyarakat setempat dan memungkinkan terselenggaranya pendidikan tersebut.
Berpijak dari tanggung jawab tersebut, maka dalam masyarakat yang baik bisa melahirkan berbagai bentuk pendidikan kemasyarakatan, seperti masjid, surau, Taman Pendidikan Al-Qur’an (TPA), wirid remaja, kursus-kursus keislaman, pembinaan rohani, dan sebagainya. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat telah memberikan kontribusi dalam pendidikan yang ada di sekitarnya.
Mengingat pentingnya peran masyarakat sebagai lingkungan pendidikan, maka setiap individu sebagai anggota masyarakat harus menciptakan suasana yang nyaman demi keberlangsungan proses pendidikan yang terjadi di dalamnya. Di Indonesia sendiri dikenal adanya konsep pendidikan berbasis masyarakat (community basid education) sebagai upaya untuk memberdayakan masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan. Meskipun konsep ini lebih sering dikaitkan dengan penyelenggaraan lembaga pendidikan formal (sekolah), akan tetapi dengan konsep ini menunjukkan bahwa kepedulian masyarakat sangat dibutuhkan serta keberadaannya sangat berpengaruh terhadap pelaksanaan pendidikan di suatu lembaga pendidikan formal.[3]

D. Kesimpulan.
Ø  Kata metode berasal dari bahasa Yunani. Secara etimologi, kata metode berasal dari dari dua suku perkataan, yaitu meta dan hodos. Meta berarti “melalui dan hodos berrti “jalan” atau “cara. Dalam Bahasa Arab metode dikenal dengan istilah thariqah yang berarti langkah-langkah strategis yang harus dipersiapkan untuk melakukan suatu pekerjaan.Sedangkan dalam bahasa Inggris metode disebut method yang berarti cara dalam bahasa Indonesia.
Ø  Macam-macam Metode dalam Pendidikan Islam
§  Metode Ceramah
§  Metode Tanya jawab
§  Metode diskusi
§  Metode Pemberian Tugas
§  Metode Demontrasi
§  Metode eksperimen
§  Metode Amsal/perumpamaan
§  Metode Targhib dan Tarhib
§  Metode pengulangan (tikror)
Ø  TriPusat Pendidikan
§  Lingkungan Keluarga
§  Lingkungan Sekolah
§  Lingkungan Masyarakat.

E. Daftyar Pustaka.
Fananie,R.Zainuddin, 2011, pedoman pendidikan modern cet. 1, solo, tiga serangkai pustaka mandiri


[1]https://farhansyaddad.wordpress.com/2010/06/09/metode-pendidikan-islam/
[2] Fananie,R.Zainuddin, 2011, pedoman pendidikan modern cet. 1, solo, tiga serangkai pustaka mandiri

Wednesday 11 April 2012

Hubungan Internasional


Makna Hubungan Internasional
Add caption

Secara umum, titik berat dalam hubungan internasional antara lain adalah bidang pertahanan dan keamanan, ekonomo, social budaya, dan bahkan ideology. Hubungan semacam ini biasanya diarah kan untuk memajukan kepentingan masing-masing negear atau untuk kepentingan bersama untuk manusia yang bersifat universal.

1.      Pengertian Hubungan Internasional

Hubungan antar bangsa mutlak dilakukan oleh negara mana pun di dunia karena pada zaman modern ini, mustahil suatu bangsa mampu mencukupi semua kebutuhannya tanpa bantuan dari negara lain.batas-batas wilayah negear hanya bermakna politis belaka. Untuk itu, perlu dirumuskan definisi hubungan internasional, sehingga hubungan internasional bias berjalan secara tertib sesuai dengan yang diharapkan, yaitu memberikan manfaat kepada pihak-pihak yang menjalani hubungan.
a.       Menurut Resta (Rencana Strategi Pelaksanaan Politik Luar Negri Republik Indonesia), yang dilakukan oleh suatu negara untuk mencapai kepentingan nasional negara tersebut.
b.      Menurut Charles A.Mc.Clleland, hubungan internasionaladalah suatu tentang keadaan relevan yang mengelilingi interaksi.
c.       Menurut Warisito Sunaryo, hubungan internasionalmerupakan studi tentang interaksi antra jenis kesatuan-kesatuan kesatuan tertentu, termasuk studi tentang keadaan relevan yang mengelelingi interaksi.
d.      Menurut Drs. Suwardi Wiraatmaja, M.A., hubunga internasional lebih luas dari politik internasional. Politik internasional membahas keadaan atau social-sosial politik dimasyarakat internasional dalam arti sempit,sedangkanhubungan internasional mencakup segala macam hubungan antar bangsa dan kelompok-kelompok bangasa dalam masyarakat internasional.



 Komponen-komponen yang Harus ada dalam Hubungan Internasial

a.       Politik internasional (international politics)
b.      Studi tentang pariwisata internasional (the study of foeign affair).
c.       Hukum internasional (international law)
d.      Organisasi adminitrasi internasinal (international organization of administration)

Fakta-fakta atau kejadian hubungan internasional antar 2 negara

Indonesia dengan amerika
Hubungan antara Indonesia dan Amerika adalah satu hal yang amat penting, baik bagi Indonesia maupun Amerika. Berbagai faktor menunjukkan, seperti faktor geostrategi dan faktor ekonomi, bahwa kedua negara berkepentingan memelihara hubungan yang baik dan lancar. Hubungan Indonesia dengan Amerika Serikat pada umumnya hangat dan ramah setelah pembentukan Orde Baru pada masa pemerintahan presiden Soeharto. Pada tahun 1991 perdagangan Amerika Serikat dengan Indonesia lebih besar daripada perdagangan dengan seluruh Eropa Timur. Meskipun mengaku nonalignment, Indonesia juga mengakui pentingnya kehadiran militer dan politik Amerika Serikat di Asia Tenggara dalam menjaga keseimbangan daerah kekuasaan. Amerika Serikat dilihat Indonesia sebagai landasan keamanan regional di Asia Tenggara dan mitra dagang utama.


Indonesia dagan belanda
Indonesia-Belanda telah lama berupaya mempererat hubungan dengan menyamakan cara pandang. Ditandai dengan kehadiran Menteri Luar Negeri Belanda Bernard Bot pada perayaan Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Republik Indonesia, 17 Agustus 2005.

Bernard Bot juga telah menyampaikan pengakuan secara de facto atas kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945.

Pengakuan tersebut akan diperkuat oleh dokumen tertulis yang bakal ditandatangi Indonesia dan Belanda tentang pengakuan kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945. Ini akan menyudahi berpuluh tahun pengingkaran Belanda yang hanya mengakui penyerahan kedaulatan kepada Indonesia di Istana Dam, Amsterdam, pada 27 Desember 1949 setelah pelaksanaan Konferensi Meja Bundar.

Pengakuan tertulis yang akan ditandangani Presiden Yudhoyono dan Pemerintah Belanda awal Oktober 2010 itu, kata Faiza, telah lama dirundingkan kedua negara sejak 2009.

Pengakuan yang diharapkan menghilangkan beban sejarah itu pun akan ditindaklanjuti dengan penandatanganan perjanjiaan kemitraan komprehensif antara Indonesia dan Belanda agar kedua negara semakin mempererat dan memperluas kerjasama di masa depan.

"Yang signifikan adalah penandatanganan perjanjian komprehensif. Karena kedua negara ini bisa melihat ke depan, tidak lagi terseret-seret oleh beban sejarah dan menunjukkan kedewasaan hubungan kedua negara," jelas Faiza.

Di bidang ekonomi, Indonesia dan Belanda selama periode 2004-2008 berhasil menaikkan volume perdagangan sebesar 17,38 persen meskipun sempat menyusut akibat krisis keuangan global dari 4,142 miliar dolar AS pada 2008 menjadi 3,405 miliar pada 2009.

Pada 2008, Belanda merupakan investor asing terbesar keempat di Indonesia setelah Inggris, Jerman,dan Perancis dengan nilai 89,9 juta dolar AS yang meliputi 34 proyek.

Dalam pertemuan Komisi Bersama Kerjasama Ekonomi Bilateral Indonesia-Belanda yang digelar pada Maret 2010, kedua pihak sepakat mengatasi hambatan kerjasama perdagangan dan investasi, khususnya peraturan yang diterapkan terhadap komoditi Indonesia ke Belanda dan Uni Eropa serta mengatasi hambatan investasi Belanda di Indonesia.

Dibukanya kembali rute penerbangan Garuda Indonesia Jakarta-Amsterdam sejak 2010 diharapkan memperlancar hubungan ekonomi kedua negara, sekaligus meningkatkan potensi pariwisata.

Kerjasama tersebut melengkapi kemitraan Indonesia dan Belanda yang sangat intensif di bidang pendidikan.

Belanda memusatkan kerjasama dengan Indonesia, salah satunya adalah di bidang pendidikan dengan menyediakan dana sebesar 30,8 juta Euro untuk beasiswa pendidikan tinggi pada periode 2006-2011. dengan cara itu, negeri kincir angin tersebut menjadi salah satu tujuan utama mahasiswa Indonesia yang ingin melanjutkan pendidikan di luar negeri.

Sunday 1 April 2012

TANGGUNG JAWAB


Kaum muda sebagai aset yang sangat berharga bagi kelangsungan hidup dimasa mendatang sudah seharusnya dibina dengan seapik mungkin guna mencetak pribadi-pribadi berkualitas yang mampu membangun negeri ini menuju cita-cita bersama ke arah yang lebih baik. Dan sudah semestinya pula pembinaan bibit-bibit bangsa ini dibarengi dengan pendidikan moral yang terstruktur rapi serta bertahap pada setiap jenjangnya. Kata “moral” disinyalir jelas sangat mempengaruhi cara pandang berfikir seseorang dalam bertindak menjalankan rutinitas aktivitasnya. Dengan moral yang tertanam dalam karakter pribadi manusia, nantinya akan menuntunnya kemana sehari-hari ia akan melangkah, apakah cenderung pada perbuatan yang bernilai manfaat atau sebaliknya hanya membiarkan waktu terbuang sia-sia. Karena ketika seseorang sudah tidak bermoral, sangat dikhawatirkan dia akan bertindak semena-mena, melupakan semua hal yang seharusnya menjadi tanggung jawabnya.
Terlebih-lebih di zaman sekarang ini, dimana segenap luapan gemerlap kemajuaan teknologi dan ilmu pengetahuan yang sudah tidak terbendung lagi berakibat pada banyaknya para generasi muda yang tidak mampu menahan diri dari serangan virus-virus negatif yang terus saja bermunculan, seperti misalkan derasnya kecenderungan akan barang-barang narkotika, dunia musik, dunia satelit/internet ,kebiasaan merokok, pacaran atau bahkan  pergaulan bebas yang perlahan tapi pasti mulai mencabik-cabik moral kaum muda yang berdampak pada terbuainya mereka dengan kesibukan-kesibukan tiada bermanfaat yang kemudian justru memandulkan atau mematikan kreativitas daripada jiwa-jiwa muda. Maka dari itu, berdasar pada fenomena yang kerap terjadi, perlu kiranya digarisbawahi bahwa ialah sangat perlu untuk dilakukan perbaikan moral para generasi muda saat ini, kembali ke jalan yang benar, kembali mengikuti norma-norma yang berlaku maupun ajaran agama yang disyariatkan agar sekiranya mereka dapat menemukan titik kesadaran dalam hidup mereka sehingga mereka mengetahui arah dan tujuan yang sebenarnya harus ditempuh. Mungkin kita juga harus banyak belajar dari orang-oarang terdahulu yang  bermula dari ketangguhan moral yang dimilikinya mampu mengantarkan dirinya sebagai pribadi dengan disiplin tinggi, memiliki visi & misi yang jelas, serta tekad kuat untuk mencapai yang terbaik akibat telah melekatnya kesadaraan akan melaksanakan tanggung jawab. Perbaikan moral juga sangat ditentukan dari peranan orang tua, keluarga, orang terdekat serta lingkungan yang mendukung yang dapat memberi contoh teladan terhadap generasi muda untuk mengarahkan cara bersikap yang sepatutnya ditiru. Jika di setiap pribadi generasi muda telah diproteksi dengan kecakapan bermoral  yang terdidik dan berkualitas serta dipadu dengan keteguhan Imtaq (iman dan taqwa) yang konsisten, maka jelas nantinya yang terbetik dalam hati pemuda tersebut ialah pikiran memenuhi setiap tanggung jawab buah hasil keinsyafan yang telah terpaku dalam benak perasaan dan pemikirannya, sebagai amanah yang wajib diemban bagi setiap jiwa muda.Dan juga sekeras apapun sinyal-sinyal/pengaruh negatif yang ditujukan khususnya kepada mereka, niscaya sinyal negatif tersebut sedikitpun tak akan mampu menggoyahkan tekad kuat atas cita-cita yang telah diikrarkan sebelumnya, perumpamaannya tak lain seperti  tegarnya bebatuan karang dipinggir pantai yang takkan goyang (tak bergerak) sedikitpun ketika harus diterjang arus ombak yang amat keras nan bertubi-tubi. Dapat kita rangkum bahwa kehadiran generasi muda dengan kesadaran diri untuk membangun ketangguhan moral inilah yang akan memberikan cahaya terang, sinar harapan yang menjamin masa depan bangsa menuju kehidupan lebih baik demi melahirkan karakter-karakter pribadi pemuda berkualitas yang mampu menjawab segala tantangan dikemudian hari dalam upaya mewujudkan ketahanan nasional.
Kesadarian dan tanggung jawab merupakan bagian penting dalam tata kehidupan sosial kemasyarakatan maupun dalam berbangsa dan bernegara. Kesadaran ini merupakan strata tertinggi dari moralitas kemanusiaan dalam kehidupan bersama sebagainya mahkluk sosial. Hidup bersama di tingkat keluarga, komunitas, institusi, masyarakat, bangsa, dan negara memerlukan kesepakatan yang mampu menata kehidupan sosial yang sesuai dengan konteksnya. Kesepakatan yang dibuat tidak akan ada manfaatnya jika tidak ada yang mentaatinya. Ketaatan akan kesepakatan merupakan wujud dari katekutan maupun kesadaran dan tanggung jawab. Ketaatan karena kesadaran dan tanggung jawab merupakan bentuk penghormatan tertinggi akan nilai-nilai kemanusiaan. Kerelaan untuk mentaati adalah suatu pengorbanan atas kepentingannya dan merupakan empati bahkan sebagainya wujud solidaritas sosial. Kesadaran dan tanggung jawab ini merupakan buah dari pendidikan. Segala sesuatu ada karena dimengerti (filsuf Berkley). Adanya kesadaran dan tanggung jawab karena mempunyai pengertian atau karena dipahami. Bagaimana bisa memahami? Dari pendidikan. Pendidikan seperti apa? Pendidikan yang mampu memberikan transformasi, bukan yang sifatnya menghafal.  Menghafal adalah cara pendidikan untuk binatang sirkus atau anjing-anjing pelacak yang tidak mampu mengembangkan apa yang dipelajarinya karena hanya itu kemampuannya. Model pembelajaran seperti ini bukan pembelajaran yang transformatif. Pembelajaran yang tidak transformatif menimbulkan keterpaksaan dan ketakutan adanya tekanan. Akibatnya, yang belajar pun dipenuhi oleh kemunafikan,  kepura-puraan, dan kepalsuan sehingga yang dilakukan bisa bertentangan dengan hati nuraninya. Apabila ini yang terjadi, cepat atau lambat, akar-akar penunjang kehidupan sosial akan putus dan perlahan-lahan roboh.
Pertanyaanya, “Bagaimana membangun kesadaran dan tanggung jawab?” Membangun kesadaran dan tanggung jawab warga masyarakat merupakan tanggung jawab para penyelnggara kehidupan sosial dari level keluarga hingga negara. Mereka harus menghasilkan kesadaran dan tanggung jawab karena tanpa itu akan hancur berantakan karena yang dihasilkan adalah komplain, keterpaksaan, ketakutan, kepura-puraan, bahkan penghianatan. Kesadaran dan tanggung jawab juga merupakan produk dari kecintaan, perhatian, empati, pemberian kepercayaan, dan keteladanan. Yang dididik mampu menyentuh hal-hal yang hakiki dalam hati nurani manusia sehingga kesadaran merupakan respon dari apa yang diperolehnya.  Sealain itu, yang tak kalah penting adalah infrastruktur pendukung yang memberikan ruang gerak bagi tumbuh dan berkembangnya suatu kesadaran dan tanggung jawab. Infrastruktur itu mampu memanusiakan manusia. Pembangunan infrastruktur yang tidak memenuhi standar kemanusiaan akan berdampak sebaliknya; terjadi pelanggaran, perlawanan, pengrusakan, pengabaian, bahkan pelecehan.
Pendukung lai dalam membangun kesadarian dan tanggung jawab adalah penegakkan hukum. Penegakkan hukum merupakan pilar utama dari pembangunan peradaban karena meminta pertanggungjawaban atas perbuatan yang kontraproduktif dengan menjatuhkan sanksi, baik berupa kurungan ataupun denda. Penegakkan hukum merupakan bagian utama dalam mengangkat harkat dan martabat manusia. Tentu, penegakan hukum menjadi salah satu bagian yang transformatif dan edukatif. Penyimpangan dan penyalahgunaan dalam penegakkan hukum akan berdampak pada rusaknya suatu peradaban. Ketidakberadaban menjadikan citra dan harga diri dipandang sebelah mata, bahkan dianggap tidak ada. Mengapa demikian? Ya, karena keberadaanya tidak berguna. Ia hanya akan menjadi benalu, bahkan memalukan.
Edukasi, infrastruktur, penegakkan hukum merupakan satu kesatuan yang secara simultan dibangun bersama untuk saling mendukung dan melengkapi. Ketiganya merupakam sistem.yang mempunyai standardisasi baik untuk masukan, proses, maupun keluarannya.
Kesadaran dan tanggung jawab merupakan dampak atau produk dari edukasi dan pembangunan infrastruktur penegakkan hukum yang transformatif sekaligus merupakan produk kinerja para penyelenggara kehidupan sosial dari tingkat keluarga hingga negara yang mampu menunjukan adanya: (1) kebijaksanaan,
(2) empati,
(3) kecintaan,
(4) ketulusan,
(5) pengorbanan,
(6) keteladanan,
(7) kecerdasan,
(8) wawasan yang luas,
(8) empowering,
(9) integritas, dan
(10) komitmen.
Semua itu merupakan bentuk dari kesadarian dan tanggungjawbnya atas amanah yang dipercayakan kepadanya. Kemampuan memanusiakan manusia ini terwujud dari adanya kesadarian dan tanggung jawab yang akan menganggkat harkat dan martabat manusia, citra, dan harga diri.

A. PENGERTIAN TANGGUNG JAWAB.
Tanggung jawab menurut kamus umum Bahasa Indonesia adalah, keadaan wajib menanggung segala sesuatunya.Tanggung jawab adalah kesadaran manusia akan tingkah laku atau perbuatannya yang disengaja maupun yang tidak di sengaja. Tangung jawab juga berarti berbuat sebagai perwujudan kesadaran akan kewajibannya.
B. MACAM-MACAM TANGGUNG JAWAB.
(a) Tanggung jawab terhadap diri sendiri.
Tanggug jawab terhadap diri sendiri menuntut kesadaran setiap orang untuk memenuhi kewajibannya sendiri dalam mengembangkan kepribadian sebagai manusia pribadi.
(b) Tanggung jawab terhadap keluarga.
Keluarga merupakan masyarakat kecil. Keluarga terdiri dari suami-istri, ayah-ibu dan anak-anak, dan juga orang lain yang menjadi anggota keluarga. Tiap anggota keluarga wajib bertanggung jawab kepada keluarganya. Tanggung jawab ini menyangkut nama baik keluarga. Tetapi tanggung jawab juga merupakan kesejahteraan, keselamatan, pendidikan, dan kehidupan.
(c) Tanggung jawab terhadap Masyarakat.
Pada hakekatnya manusia tidak bisa hidup tanpa bantuan manusia lain, sesuai dengan kedudukannya sebagai mahluk sosial.
(d) Tanggung jawab kepada Bangsa / Negara.
Suatu kenyataan lagi, bahwa tiap manusia, tiap individu adalah warga negara suatu negara. Dalam berpikir, berbuat, bertindak, bertingkah laku manusia terikat oleh norma-norma atau ukuran-ukuran yang dibuat oleh tuhan.
(e) Tanggung jawab terhadap Tuhan
Tuhan menciptakan manusia di bumi ini bukanlah tanpa tanggung jawab, melainkan untuk mengisi kehidupannya manusia mempunyai tanggung jawab langsang terhadap Tuhan. Sehingga tindakan manusia tidak bisa lepas dari hukuman-hukuman Tuhan yang dituangkan dalam berbagai kitab suci melalui berbagai macam agama. 

Ada beberapa cara yang dapat diterapkan untuk mendidik anak sejak usia dini agar menjadi anak yang bertanggung jawab, sebagaimana Charles Schaeffer, Ph.D. mengutip apa yang pernah dikemukakan oleh Dr. Carlotta De Lerma, tentang prinsip-prinsip penting yang harus dilakukan untuk membantu anak bertanggung jawab.
1. Memberi teladan yang baik.
Dalam mengajarkan tanggung jawab kepada anak, akan lebih berhasil dengan memberikan suatu teladan yang baik. Cara ini mengajarkan kepada anak bukan saja apa yang harus dilakukan dan bagaimana cara melakukannya, akan tetapi juga bagaimana orangtua melakukan tugas semacam itu.
2. Tetap dalam pendirian dan teguh dalam prinsip.
Dalam hal melakukan pekerjaan, orangtua harus melihat apakah anak melakukannya dengan segenap hati dan tekun. Sangat penting bagi orangtua untuk memberikan suatu perhatian pada tugas yang tengah dilakukan oleh si anak. Janganlah sekali-kali kita menunjukkan secara langsung tentang kesalahan-kesalahan anak, tetapi nyatakanlah bagaimana cara memperbaiki kesalahan tersebut. Dengan demikian orantua tetap dalam pendirian, dan teguh dalam prinsip untuk menanamkan rasa tanggung jawab kepada anaknya.
3. Memberi anjuran atau perintah hendaknya jelas dan terperinci.
Orangtua dalam memberi perintah ataupun anjuran, hendaklah diucapkan atau disampaikan dengan cukup jelas dan terperinci agar anak mengerti dalam melakukan tugas yang dibebankan kepadanya.
4. Memberi ganjaran atas kesalahan.
Orangtua hendaknya tetap memberi perhatian kepada setiap pekerjaan anak yang telah dilakukannya sesuai dengan kemampuannya. Tidak patut mencela pekerjaan anak yang tidak diselesaikannya. Kalau ternyata anak belum dapat menyelesaikan pekerjaannya saat itu, anjurkanlah untuk dapat melakukan atau melanjutkannya besok hari. Dengan memberikan suatu pujian atau penghargaan, akan membuat anak tetap berkeinginan menyelesaikan pekerjaan itu. Seringkali orangtua senang menjatuhkan suatu hukuman kepada anak yang tidak berhasil menyelesaikan tugasnya. Andaikan memungkinkan lebih baik memberikan ganjaran atas kesalahan dan tidak semata-mata mempermasalahkannya.
5. Jangan terlalu banyak menuntut.
Orangtua selayaknya tidak patut terlalu banyak menuntut dari anak, sehingga dengan sewenang-wenang memberi tanggung jawab yang tidak sesuai dengan kemampuannya. Berikanlah tanggung jawab itu setahap demi setahap, agar si anak dapat menyanggupi dan menyenangi pekerjaan itu.

Suatu kebiasaan yang keliru pada orangtua dalam hal mendidik anak, adalah bahwa mereka seringkali sangat memperhatikan dan mengikuti emosinya sendiri. Tetapi sebaliknya emosi anak-anak justru kurang diperhatikan. Orangtua boleh saja marah kepada anak, akan tetapi jagalah supaya kemarahan yang dinyatakan dalam tindakan seperti omelan dan hukuman itu benar-benar tepat untuk perkembangan jiwa anak. Dengan perkataan lain, marahlah pada saat si anak memang perlu dimarahi.
Anak-anak yang sudah mampu berespon secara tepat, adalah anak yang sudah mampu berfikir dalam mendahulukan kepentingan pribadi. Dan anak seperti ini sudah tinggal selangkah lagi kepada pemilikan rasa tanggung jawab.
Pada hakekatnya tanggung jawab itu tergantung kepada kemampuan, janganlah lantas kita mengatakan bahwa anak yang berusia tujuh tahun itu tidak mempunyai tanggung jawab, karena tidak menjaga adiknya secara baik, sehingga si adik terjatuh dari atas tembok. Sesungguhnya anak yang baru berusia tujuh tahun tidak akan mampu melakukan hal seperti itu. Jelaslah bahwa beban tanggung jawab yang diserahkan pada seorang anak haruslah disesuaikan dengan tingkat kematangan anak. Untuk itu dengan sendirinya orangtua merasa perlu untuk lebih jauh mengenal tentang kemampuan anaknya.
Dalam memberikan anak suatu informasi tentang hal yang harus dilakukan dan yang tidak boleh dilakukan adalah sangat penting. Tanpa pengetahuan ini anak tidak bisa disalahkan bila ia tidak mau melakukan apa yang seharusnya ia lakukan. Namun untuk sekedar memberitahu secara lisan, seringkali tidak cukup. Orangtua juga harus bisa menjelaskan dengan contoh bagaimana caranya melakukan hal tersebut, disamping harus dijelaskan alasan-alasan mengapa hal itu harus dilakukan, atau tidak boleh dilakukan.
Biasanya kita cenderung untuk melihat rasa tanggung jawab dari segi- segi yang konkrit, seperti: apakah tingkah lakunya sopan atau tidak; kamar anak bersih atau tidak; apakah si anak sering terlambat datang ke sekolah atau tidak; dan sebagainya.
Seorang anak bisa saja berlaku sopan, datang ke sekolah tepat pada waktunya, tetapi masih juga membuat keputusan-keputusan yang tidak bertanggungjawab. Contoh seperti ini seringkali kita jumpai terutama pada anak-anak yang selalu mendapatkan instruksi atau petunjuk dari orangtua mengenai apa yang mesti mereka kerjakan, sehingga mereka kurang mendapat kesempatan untuk mengadakan penilaian sendiri, mengambil keputusan sendiri serta mengembangkan norma-norma yang ada dalam dirinya.
Rasa tanggung jawab sejati haruslah bersumber pada nilai-nilai asasi kemanusiaan. Nilai-nilai tidak dapat diajarkan secara langsung. Nilai-nilai dihirup oleh anak dan menjadi bagian dari dirinya hanya melalui proses identifikasi, dengan pengertian lain, anak menyamakan dirinya dengan orang yang ia cintai dan ia hormati serta berusaha meniru mereka. Contoh hidup yang diberikan orangtua, akan menciptakan suasana yang diperlukan untuk belajar bertanggung jawab. Pengalaman-pengalaman konkrit tertentu memperkokoh pelajaran itu, sehingga menjadi bagian dari watak dan kepribadian anak.
Jadi jelaslah, bahwa masalah rasa tanggung jawab pada anak, akhirnya kembali pada orangtuanya sendiri, atau dengan kata lain terpulang pada nilai-nilai dalam diri orangtua, yaitu seperti tercermin dalam mengasuh dan mendidik anak.