Pages

terjemahan

Thursday 23 February 2012

Rekonstruksoinisme

  1. Pengertian filsafat pendidikan rekonstruksionisme
Kata rekonstruksionisme dalam bahasa ingris reconstruct yang berarti menyusun kembali.[1]dalam konteks filsafat pendidikan aliran rekontruksionisme adalah suatu aliran yang berusaha merombak tata susunan lama dan membangun tata susunan hidup kebudayaan yang bercorak modern. Yaitu melakukan perombakan dan menyusun kembali pola-pola lama menjadi pola-pola baru yang lebih meodern.[2]
  1. Teori pendidikan rekonstruksionisme
Teori pendidikan rekonstruksionisme yang dikemukakan oleh brameld terdiri dari Enam tesis,yaitu; [3]
1. Pendidikan harus dilaksanakan disini dan sekarang dalam rangka menciptakan tata sosial baru yang akan mengisi nilai- nilai dasar budaya kita, dan selaras dengan yang mendasari kekuatan–kekuatan ekonomi, dan sosial masyarakat modern. sekarang peradaban menghadapi kemungkinan penghancuran diri. Pendidikan harus meseponsori perubahan yang benar dalam nurani manusia.oleh karena itu, kekuatan tehnologi yang sangat kuat harus dimamfaatkan untuk membangun ummat manusia ,bukan untuk menghancurkannya. Masyarakat harus diubah bukan melalui tidakan politik, melainkan dengan cara yang sangat mendasar, yaitu melalui pendidikan bagi warganya, menuju suatu pandangan baru tentang hidup dan kehidupan mereka bersama.
2. Masyarakat baru harus berada dalam kehidupan demokrasi sejati, dimana sumber dan lembaga utama dalam masyarakat dikontrol oleh warganya sendiri.semua yang mempengaruhi harapan dan hajat masyarakat seperti, sandang, pangan, papan, kesehatan, industri dan sebagainya, semuanya akan menjadi tanggung jawab rakyat, melalui wakil-wakil yang dipilih. Masyarakat ideal adalah masyarakat yang demokrasi. struktur, tujuan, dan kebijakan-kebijakan yang berkaitan dengan tata aturan baru harus diakui merupakan bagian dari pendapat masyarakat.
3. Anak, sekolah, dan pendidikan itu sendiri dikondisikan oleh kekuatan budaya dan sosial. Menurut rekonstruksionisme, hidup beradap adalah hidup berkelompok, sehingga kelompok akan memainkan peran yang penting disekolah. Pendidikan merupakan realisasi dari sosial (social self realization). Melalui pendidikan indifidu tidak hanya mengembangkan aspek-aspek sifat sosialnya melaikan juga belajar bagaimana keterlibatannya dalam perencanaan sosial. Sehingga dari sini kita bisa lihat bahwa rekontruksi tidak mengabaikan masyarakat yang sangat berperan dalam membentuk individu.
4. Guru harus meyakini terhadap validitas dan urgensi dirinya dengan cara bijaksana yaitu dengan memperhatikan prosedur yang demokratis.guru harus mengadakan pengujian secara terbuka terhadap fakta- fakta, walaupun bertentangan dengan pandangannya. Guru mendatangkan beberapa pemecahan alternative dengan jelas, dan ia memperkenankan siswa-siswanya untuk memprtahankan pandangan-pandangan mereka sendiri.
5. Cara dan tujuan pendidikan harus diubah kembali seluruhnya dengan tujuan untuk menemukan kebutuhan –kebutuhan yang berkaitan dengan krisis budaya dewasa ini, dan untuk menyesuaikan kebutuhan dengan sains sosial. Yang penting dari sains sosial adalah mendorong kita untuk menemukan nilai- nilai, dimana manusia peercaya atau tidak bahwa nilai- nilai itu bersifat universal.
6. Kita harus meninjau kembali penyusunan kurikulum, isis pelajaran, metode yang dipakai,struktur administrasi, dan cara bagaimana guru dilatih.semua itu harus dibangun kembali bersesuaian dengan teori kebutuhan tentang sifat dasar manusia secara rasional dan ilmiah. Kita harus menyusun kurikulum dimana pokok- pokok dan bagiannya dihubungkan secara integral, tidak disajikan sebagai suatu sekuensi komponen pengetahuan.
  1. Pandangan-pandangan tentang rekontruksionisme
1. Pandangan Ontology
Dengan antologi dapat mengetahui tentang bagaimana hakekat dari segala sesuatu, Aliran rekonsrtuksionisme memandang bahwa realita itu bersifat universal, yang mana realita itu ada dimana dan sama disetiap tempat. Menurut Noor Syam.[4]Untuk mengerti suatu realita beranjak dari sesuatu yang kongkrit dan menuju kearah yang khusus menampakkan diri dalam perwujudan sebagai mana yang kita lihat dihadapan kita dan ditangkap oleh panca indra manusia seperti hewan,dan tumbuhan atau bneda lain disekeliling kita ,dan realita yang kita ketahui dan kita hadapi tidak terlepas darisuatu system, selain subtansi yang dipunyai dari tiap- tiap benda tersebut, dan dapat dipilih melalui akal pikiran.
2. Pandangan Epistimologis
kajian epistimologis aliran ini berpijak pada pola pemikiran bahwa untuk memahami realita alam nyata memerlukan suatu azaz tahu, dalam arti bahwa tidak mungkin memahami reaalita ini tampa melalui proses pengalaman dan hubungan dengan realita terlebuh dahulu melalui penemuan suatu pintu gerbang ilmu pengetahuan. Karenanya baik indra maupun rasio sama-sama berfungsi membentuk pengetahuan, dan akal dibawa oleh panca indra menjadi pengetahuan dalam yang sesungguhnya.
3. Pandangan Ontologis
Barnadib mengungkapkan bahwa aliran rekonstruksionisme memandang masalah nilai berdasarkan azas- azas supera natural yakni menerima nilai natural yang universal, yang abadi berdasarkan prinsip nilai teologis. Hakikat manusia adalah emanasi (pancaran ) yang potensial yang berasal dari dan dipimpin oleh tuhan dan atas dasar inilah tinjauan tentang kebenaran dan keburukan dapat diketahuinya. Kemudian manusia sebagai subyek telah mempunyai potensi- potensi kebaikan dan keburukan sesuai dengan kodratnya.
4. Pandangan Filsafat Rekontruksionisme tentang Pengetahuan
Secara umum, filsafat Rekontruksionisme merupakan sebuah paham anti-esensialisme, yang menekankan kepada penciptaan budaya dan sejarah. Filsafat Rekontruksionisme bertentangan dengan paham universal dan penjelasan biologis terhadap obyek atau kejadian. Misalnya identitas merupakan suatu diskursus kontruksionisme yang tidak berkaitan dengan benda. Artinya, identitas bukan merupakan suatu entitas universal, melainkan merupakan suatu ciptaan kultural atau secara spesifik merupakan diskursus yang kontruktif. Bagi filsafat Rekontruksionisme, yang terpenting adalah pribadi sebagai bentukan budaya, karena pribadi terbentuk dari materi budaya, seperti bahasa dan praktik budaya lainnya dalam waktu tertentu dan tempat tertentu pula.
Sementara ia memandang pengetahuan merupakan proses menjadi, yang pelan-pelan menjadi lebih lengkap dan benar.Misalnya, pengetahuan siswa tentang kucing terus berkembang dari pengertian yang sederhana, tidak lengkap, dan semakin dia dewasa serta mendalami banyak hal tentang kucing, sehingga pengetahuannya tentang kucing akan semakin lengkap. Contoh lain misalnya sering terjadi seorang guru sudah berulang-ulang menjelaskan kepada muridnya suatu bahan pelajaran, namun murid tersebut salah menangkap. Fenomena ini menguatkan klaim para penganut filsafat rekonstruktivisme yang menekankan bahwa murid telah mengkonstruksi (membentuk) sendiri pengetahuan mereka.
Para penganut Rekontruksionisme berpendapat bahwa pengetahuan itu adalah merupakan konstruksi dari kita yang sedang belajar. Pengetahuan bukanlah kumpulan fakta dari suatu kenyataan yang sedang dipelajari, tetapi merupakan konstruksi kognitif seseorang terhadap obyek, pengalaman, maupun lingkungannya. Pengetahuan bukanlah sesuatu yang sudah ada disana dan orang tinggal mengambilnya, tetapi merupakan suatu bentukan terus menerus dari seseorang yang setiap kali mengadakan reorganisasi karena munculnya pemahaman yang baru
Kaum Rekontruksionisme menyatakan bahwa manusia dapat mengetahui sesuatu dengan inderanya. Dengan berinteraksi terhadap objek dan lingkungannya melalui proses melihat, mendengar, menjamah, membau dan merasakan, orang dapat mengetahui sesuatu. Misalnya, dengan mengamati air, bermain dengan air, mengoperasikan air, orang membentuk pengetahuan akan air. Menurut von Glaserfeld, tokoh filsafat Rekontruksionisme di AS, pengetahuan bukanlah suatu barang yang dapat dipindahkan dari pikiran seseorang yang mempunyai pengetahuan (guru) ke pikiran orang yang belum punya pengetahuan (murid). Bahkan bila guru bermaksud untuk mentransfer konsep, ide dan pengertiannya kepada murid, pemindahan itu harus diinterpretasikan dan dikonstruksikan oleh murid sendiri dengan pengalaman mereka.
Von Glaserfeld menyebutkan beberapa kemampuan yang diperlukan untuk proses pembentukan pengetahuan itu, seperti (1) kemampuan mengingat dan mengungkapkan kembali pengalaman, (2) kemampuan membandingkan dan mengambil keputusan akan kesamaan dan perbedaan, dan (3) kemampuan untuk lebih menyukai suatu pengalaman yang satu daripada yang lain. Kemampuan mengingat dan mengungkapkan kembali pengalaman sangat penting karena pengetahuan dibentuk oleh interaksi dengan pengalaman-pengalaman tersebut. Kemampuan membandingkan sangat penting untuk dapat menarik sesuatu sifat yang lebih umum dari pengalaman-pengalaman khusus lalu dapat melihat kesamaan dan perbedaannya untuk dapat membuat klasifikasi dan membangun suatu pengetahuan. Karena seseorang lebih menyukai pengalaman tertentu daripada yang lain maka muncul juga soal nilai dari pengetahuan yang kita konstruksikan.
Bagi kaum Rekontruksionisme, pengetahuan bukanlah kenyataan ontologis. Malah secara ekstrem mereka menyatakan bahwa kita tidak dapat mengerti realitas (kenyataan) yang sesungguhnya. Yang kita mengerti, bila boleh disebut suatu realitas, adalah sktruktur konstruksi kita akan suatu objek. Bettencourt menyatakan memang rekonstruktivisme tidak bertujuan mengerti realitas, tetapi lebih mau menekankan bagaimana kita tahu atau menjadi tahu. Bagi rekonstruktivisme, realitas hanya ada sejauh berhubungan dengan pengamat. Lalu bagaimana dengan soal kebenaran? Bagaimana kita tahu bahwa pengetahuan yang kita bentuk itu benar? Rekontruksionisme meletakkan kebenaran dari pengetahuan dalam viabilitasnya, yaitu berlakunya konsep atau pengetahuan itu dalam penggunaan. Apakah pengetahuan itu dapat digunakan dalam menghadapi macam-macam persoalan yang berkaitan. Semakin dalam dan luas suatu pengetahuan dapat digunakan, semakin luas kebenarannya. Dalam kaitan ini maka pengetahuan ada tarafnya, mulai dari yang berlaku secara terbatas sampai yang lebih umum.
Yang membatasi konstruksi pengetahuan Bettencourt menyebutkan beberapa hal yang dapat membatasi proses konstruksi pengetahuan, yaitu (1) konstruksi yang lama, (2) domain pengalaman kita, dan (3) jaringan struktur kognitif kita. Proses dan hasil konstruksi pengetahuan kita yang lalu menjadi pembatas konstruksi pengetahuan kita yang mendatang. Pengalaman akan fenomena yang baru menjadi unsur yang penting dalam pembentukan dan pengembangan pengetahuan, dan keterbatasan pengalaman akan membatasi pengetahuan kita pula. Dalam bidang pengetahuan alam, misalnya, sangat jelas peranan pengalaman dan percobaan-percobaan dalam perkembangan hukum, teori dan konsep-konsep ilmu tersebut. Konsep, gagasan, gambaran, teori dan lain-lain saling berhubungan satu dengan yang lain membentuk struktur kognitif seseorang. Oleh Toulmin struktur itu disebut ekologi konseptual. Orang cenderung untuk menjaga stabilitas ekologi tersebut dengan setiap kali mencocokkan pengetahuan yang baru dengan ekologi konseptual di atas. Inilah yang juga dapat menghambat perkembangan pengetahuan
  1. Macam- macam Pendekatan Rekontruksionisme
Pendektan ini juga disebut Rekontruksi Sosial karena memfokuskan kurikulum pada masalah-masalah penting yang dihadapi dalam masyarakat, seperti polusi, ledakan penduduk, dan lain-lain. Dalam gerakan rekontruksionisme terdapat dua kelompok utama yang sangat berbeda pandangan tentang kurikulum, yakni :[5]
1. Rekontruksionisme Koservatif, Aliran ini menginginkan agar pendidikan ditujukan kepada peningkatan mutu kehidupan individu maupun masyarakat dengan mencari penyelesaian masalah-masalah yang paling mendesak yang dihadapi masyarakat. Masalah-masalah dapat bersifat local dan dapat dibicarakan di SD, ada pula yang bersifat daerah, nasional, regional, dan internasional bagi pelajar SD dan Perguruan Tinggi. Dalam PBM-nya metode problem solving memegang peranan utama dengan menggunakan bahan dari berbagai disiplin ilmu. Peranan guru ialah sebagai orang yang menganjurkan perubahan (agent of change) mendorong siswa menjadi partisipan aktif dalam proses perbaikan masyarakat. Pendekatan kurikulum ini konsisten dengan falsafah pragmatisme.
2. Rekontruksionisme Radikal, pendektan ini berpendapat bahwa bnyak Negara mengadakan pembangunan dengan merugikan rakyat kecil yang miskin yang merupakan mayoritas masyarakat. Elite yang berkuasa mengadakan tekanan terhadap masa yang tak berdaya melalui system pendidikan yang diatur demi tujuan itu. Golongan radikal ini menganjurkan agar pendidikan formal maupun pendidikan non formal mengabdikan diri demi tercapinya orde social baru berdasarkan pembagian kekuasaan dan kekayaan yang lebih adil dan merata. Mereka berpendapat bahwa kurikulum yang sekedar mencari pemecahan masalah social tidak memadai masa social justru merupakan indicator adanya masalah lain yang lebih mendalam mengenai struktur social baru. Mereka berpendapat bahwa sekolah yang dikembangkan Negara bersifat opresif dan tidak humanistic serta digunakan sebagai alat golongan elit untuk mempertahankan status quo.
Untuk pendirian saling bertentangan ini, baik yang konservatif maupun yang radikal mempunyai unsur kesamaan. Masing-masing berpendirian bahwa misi sekolah, ialah untuk mengubah dan memperbaiki masyarakat. Pemberdayaan terletak pada definisi atau tafsiran tentang “perbaikan” dan cara pendektan terhadap masalah itu. Golongan konservatif bekerja dalam rangka struktur yang ada untuk memperbaiki kualitas hidup.Mereka berasumsi bahwa masalah-masalah social adalah hasil ciptaan manusia dan karena itu dapat diatasi oleh manusia. Sebaliknya golongan radikal ingin merombak tata social yang ada dan menciptakan tata social yang baru sama sekali untuk memperbaiki system lebih efektif

Fi’il Madhi (Kata Kerja Bentuk Lampau)

Fi`il ini digunakan untuk mengungkapkan suatu kejadian pada waktu lampau. termasuk keistimewaan bahasa arab adalah setiap fi`ilnya selalu memiliki pola atau yang disebut wazan. Tidak ada satu fi`il pun dalam bahasa arab yang tidak mempunyai pola atau wazan kecuali sedikit sekali yang bisa dihitung dengan jari. Apabila kita bandingkan dengan bahasa lain khususnya bahasa indonesia maka kita akan mendapati perbedaan ini, dimana kata kerja dalam bahasa indonesia tidak mempunyai pola yang bisa dijadikan patokan bagi setiap kata kerjanya.
Pola paling dasar dan sering dipakai adalah pola: فَعَلَ
Pola ini adalah pola minimal, maksudnya kata kerja dalam bahasa arab jumlah minimal hurufnya ada tiga huruf. Adapun jumlah maksimalnya adalah enam huruf. Untuk pemula cukup mengenal pola di atas dahulu saja. Apabila sudah hafal berikut tashrif-nya dan benar-benar paham insya Allah pola lainnya akan lebih mudah.
فَعَلَ artinya telah melakukan. Ketika kita ingin melengkapi dengan dhamir (pelaku) yang melakukan fi`il tersebut , maka kita katakan:
فَعَلا فَعَلوُاْ فَعَلَتْ فَعَلَتَا فَعَلْنَ فَعَلْتَ فَعَلْتُمَا فَعَلْتُمْ فَعَلْتِ فَعَلْتُمَا فَعَلْتُنَّ َ فَعَلْتُ فَعَلْنَا فَعَلَ
Uraian:
فَعَلَ : Dia seorang lelaki telah melakukan.
فَعَلَ + هُوَ = فَعَلَ
Dhamir huwa pada fi`il ini tidak terlihat
فَعَلا : Mereka dua lelaki telah melakukan.
فَعَل + همَا = فَعَلا
Dhamir huma berubah menjadi alif dan menempel di akhir fi`il.
فَعَلوُاْ : Mereka (3>) telah melakukan.
فَعَلَ + هُمْ = فَعَلوُاْ
Dhamir hum berubah menjadi wawu, sedangkan alif setelahnya hanya tambahan. Harakat lam yang tadinya fathah berubah menjadi dhammah.
فَعَلَتْ : Dia seorang wanita telah melakukan.
فَعَلَ + هِيَ = فَعَلَتْ
Dhamir hiya tidak terlihat, hanya saja untuk membedakan dengan dhamir huwa maka diberi ta` sukun.
فَعَلَتَا : Mereka dua wanita telah melakukan.
فَعَلَ + همَا = فَعَلَتَا
Dhamir huma berubah menjadi alif dan ditempelkan pada fi`il fa`alat.
فَعَلْنَ : Mereka (3>) wanita telah melakukan.
فَعَلَ + هُنَّ = فَعَلْنَ
Dhamir hunna berubah menjadi nun berfathah, mulai pada fi`il ini sampai seterusnya harakat lam yang tadinya fathah berubah menjadi sukun.
فَعَلْتَ : Kamu laki-laki telah melakukan.
فَعَلَ + أَنْتَ = فَعَلْتَ
Dhamir anta berubah menjadi ta` fathah.
فَعَلْتُمَا : Kalian dua laki-laki telah melakukan.
فَعَلَ + أَنْتُمَا = فَعَلْتُمَا
Dhamir antuma berubah menjadi tuma.
فَعَلْتُمْ : Kalian (3-~) telah melakukan.
فَعَلَ + أَنْتُمْ = فَعَلْتُمْ
Dhamir antum berubah menjadi tum.
فَعَلْتِ : Kamu perempuan telah melakukan.
فَعَلَ + أَنْتِ = فَعَلْتِ
Dhamir anti berubah menjadi ta` kasrah.
فَعَلْتُمَا : Kalian dua perempuan telah melakukan.
فَعَلَ + أَنْتُمَا = فَعَلْتُمَا
Dhamir antuma berubah menjadi tuma.
فَعَلْتُنَّ : Kalian (3-~) perempuan telah melakukan.
فَعَلَ + أَنْتُنَّ = فَعَلْتُنَّ
Dhamir antunna berubah menjadi tunna.
فَعَلْتُ : Aku telah melakukan.
فَعَلَ + أَنَا = فَعَلْتُ
Dhamir ana berubah menjadi ta’ berdhammah.
فَعَلْنَا : Kami telah melakukan.
فَعَلَ + نَحْنُ = فَعَلْنَا
Dhamir nahnu berubah menjadi naa.
Apabila kita perhatikan dhamir-dhamir pada setiap fi`ilnya, kita akan dapati bahwa dhamir (kata ganti) jika bertemu dengan fi`il, maka dhamir tersebut berubah. Hal ini berbeda dengan bahasa Indonesia yang tidak berubah kata gantinya walaupun digandengkan dengan kata kerja.

fi'il

Fiil berdasar perubahan atau tasrifnya terbagi menjadi 2: 1) الجا مد adalah fiil yang tetap pada satu bentuk, yang berupa bentuk madhi dan amar. Fiil-fiil yang berbentuk madhi: - ليس dan ما دَامَ : sebagian dari saudaranya كاَ نَ - كَرَبَ : sebagian dari fiil arti dekat (المُقاَربَهْ) - عَسَى, حَرى, اِخْلَوْلَقَ : sebagian dari fiil arti harapan (الرَّجاَء) - نِعْمَ , بِئْسَ , حَبَّذ َا , لاَ حَبَّذ َ : sebagian dari fiil arti memuji dan mencela (المدح و الذ م) - خلاَ,عَدَا : sebagian dari fiil arti pengecualian (الاستثناء) - أخَذ َ, انْشَاْ, شَرَع َ : sebagian dari fiil arti berbuat (الشروع) Fiil-fiil yang berbentuk amar: - هَبْ bermakna ظنّ - تَعَلَّمْ bermakna اعْلَمْ 2) المتصرف adalah fiil yang tidak tetap pada satu betuk. Yang terbagi menjadi 2 yaitu: 1. افعال تامة التصرف: fiil yang sempurna tasrifannya (bentuk madhi,mudhore’ dan amar). 2. افعال ناقصة التصرف: fiil yang kurang sempurna tasrifannya (madhi,mudhore’) - ماَزالَ, مابَرحَ, مافتئ, ماانفكَّ : sebagian dari saudaranya كاَ نَ - كادَ, أ شكَّ : sebagian dari fiil arti dekat (المُقاَربَهْ) - طَفِقَ, جَعَلَ : sebagian dari fiil arti berbuat (الشروع) كيفية التصريف Cara Mentasrif • Fiil mudhore’ - Fiil mudhore’ di bentuk dari fiil madhi dengan menambahkan huruf mudhoro’ah (أ نيت) dengan di baca dhommah ketika ruba’I dan di baca fathah selain ruba’i. - Jika fiil tsulasi maka di sukun fa’ fiilnya dan di harokati dhommah,kasroh,fathah a’in fiilnya yang telah di tetapkan bahasa. - Dan apabila fiilnya selain tsulasi maka keadaanya tetap ketika di awali ta’ zaidah, dan apabila tidak di awali ta’ zaidah maka maka dan hamzahnya di buang ketika di awali dengan hamzah zaidah. • Fiil amar - Fiilamar di ambil atau di bentuk dari fiil mudhore’ yang di buang huruf mudhoro’ahnya. Contoh: يَضْرِبُ menjadi اِضْرِبْ - Jika di awalnya itu sukun maka di tambah hamzah washol di permulaannya dengan harokat kasroh kecuali fiil tsulasi yang di dhommah a’in fiilnya maka hamzahnya juga di dhommah. Contoh: اِجْتَمَعَ يَجْتَمِعُ اِجْتَمِعْ. التصريف اللغوي ((تحويل الفعل بحسب فاعله من الضما ئر)) Fiil madli dan fiil mudhore’ mabni ma’lum  Kaidah bina’ shohih dan mahmuz: • Fiil madli dan fiil mudhore’ yang bina’ shohih dan mahmuz ketika di sandarkan pada dhomir maka tidak terjadi perubahan sebagaimana contoh di jadwal. • Fiil mudhore’ bina’ mahmuz fa’ jika di sandarkan pada dhomir mutakalim wahdah maka hamzah kedua dig anti mad(di baca panjang). Contoh: امُلُ  Kaidah bina’ mudho’af tsulasi dan ruba’i: • Fiil madli dan fiil mudhore’ bina’ mudho’af tsulasi bila tidak bertemu dengan dhomir rofa’ mutaharek maka wajib idghom (fiil madli:1-5, fiil mudhore’:1-5,7-11,13,14) , namun apabila bertemu dhomir rofa’ mutaharek maka wajib melepas idghom(fiil madli:6-14,fiil mudhore’:6,12) • Bina’ mudho’af ruba’i tasrifnya sama dengan bina’ shohih tidak terjadi perubahan, sebagaimana yang ada pada jadwal.  Kaidah bina’ mitsal: • Fiil madli dan fiil mudhore’ bina’ mitsal jika di sandarkan pada dhomir maka tidak terjadi perubahan sebagaimana contoh dalam jadwal. • Fa’ fiil bina’ mitsal wawu (وَاوُ) pada fiil mudhore’ dibuang jika mengikuti wazan: - فَعَلَ يَفْعِلُ contoh: وَعَدَ يَعِدُ - فَعِلَ يَفْعِلُ contoh: وَرِثُ يَرِثُ - فَعَلَ يَفْعَلُ contoh: وَضَعَ يَضَعُ • Fa’ fiil bina’ mitsal wawu (وَاوُ) pada fiil mudhore’ tidak dibuang jika mengikuti wazan: - فَعِلَ يَفْعَلُ contoh: وَجِلَ يَوْجَلُ - فَعُلَ يَفْعُلُ contoh: وَقُرَ يَوْقُرُ • Fa’ fiil bina’ mitsal ya’i pada fiil mudhore’ juga tidak di buang. Contoh: يَسََرَ يَيْسِرُ  Kaidah bina’ ajwaf: • Bina’ ajwaf jika di sandarkan pada dhomir rofa’ mutahare’ maka huruf ‘illatnya di buang (fiil madli: 6-14, fiil mudhore’: 6,12). • Fiil madli bina’ ajwaf bila di sandarkan pada dhomir rofa’ mutahare’ maka fa’ fiilnya di harokati dengan: - Dhommah bila mengikuti wazan: فَعُلَ يَفْعُلُ , فَعَلَ يَفْعُلُ - Kasroh bila mengikuti wazan: فَعَلَ يَفْعِلُ, فَعَلَ يَفْعَلُ  Kaidah bina’ naqis: • Bina’ naqis pada fiil madli yang akhirnya alif seperti lafadz غَزاَ dan رَمَى bila bertemu dengan ta’ ta’nits maka alifnya di buang. • Fiil madli bina’ naqis yang akhirnya alif seperti lafadz غَزاَ dan رَمَى bila bertemu dengan alif tasniah atau dhomir rofa’ mutaharek maka: 1. Bila fiil tsulasi alif di kembalikan pada asalnya. 2. Bila fiil ghoiru tsulasi maka alif dig anti ya’ • Bina’ naqis yang akhirnya wawu atau ya’ pada fiil madhi seperti lafadz سَرُوَ dan رَضِيَ dan pada fiil mudhore’ seperti lafadz يَغْزُ, يَسْرُوdan يَرْمِىْ bila di sandarkan pada selain wawu jama’ atau ya’ mukhotobah maka tidak terjadi perubahan (fiil madhi:1,2,4-14 dan fiil mudhore’: 1,2,4-8,11-14). • Bina’ naqis pada fiil madhi dan fiil mudhore’ bila di sandarkan pada wawu jama’ atau ya’ mukhotobah maka huruf ‘ilat di buang dengan ketentuan: 1. Bila yang di buang alif, maka huruf sebelum wawu dan ya’ di harokati fathah, contoh: غَزَا: غَزَوْا, رَمَى: رَمَوْا dan يَرضَى: يَرْضَوْنَ. 2. Bila yang di buang bukan alif, maka huruf sebelum wawu di harokati dhommah dan huruf sebelum ya’ di harokati kasroh, contoh: • Bina’ naqis pada fiil mudhore’ yang akhirnya alif, bila di sandarkan pada alif tasniyah atau nun niswah, maka alif dig anti dengan ya’.  Kaidah bina’ lafif maqrun dan lafif mafruq: • Bina’ lafif maqrun pengamalannya seperti bina’ naqis. • Bina’ lafif mafruq untuk fa’ fiilnya pengamalannya seperti bina’ misal sedangkan lam fiilnya pengamalannya seperti bina’ naqis. Fiil madhi dan fiil mudhore’ mabni majhul  Kaidah bina’ shohih, mudho’af tsulasi,mitsal dan naqis: Fiil di lihat dari segi atas kebutuhan atas fa’il terbagi menjadi 2: 1. Fiil ma’lum adalah: fiil yang fa’ilnya di sebutkan. Contoh: حَفِظَ مُحَمّدٌ الدّ رسَ. 2. Fiil majhul adalah: fiil yang fa’ilnya tidak di sebutkan. Contoh: حُفِظَ الدّ رسُ. Cara membentuk manbi ma’lum ke mabni majhul: • Ababila fiil madhi maka huruf sebelum akhir di kasroh dan huruf awalnya di dhommah. (ضُمَّ اَوّلُهُ وَكُسِرَ ماَ قَبْلَ اَخِرْ). Contoh: نُصِرَ, وُعِدَ • Apabila fiil mudhore’ maka huruf awalnya di dhommah dan huruf sebelum akhir di fathah.( ضُمَّ اَوّلُهُ وَفُتِحَ ماَ قَبْلَ اَخِرْ ). Contoh: يُنْصَرُ, يُوْعَدُ  Kaidah bina’ ajwaf: • Fiil madhi bina’ ajwaf yang huruf sebelum akhir berupa alif maka alif diganti ya’ dan huruf sebelum ya’ di harokati kasroh, contoh: صاَ نَ ,خَافَ بَاع َ menjadi صِيْنَ, خِيْفَ, بِيْعَ • Fiil mudhore’ bina’ ajwaf yang huruf sebelum akhir di baca mad (panjang) maka mad tersebut diganti alif, contoh: يَصُونُ, يَخاَفُ,يَبِيْعُ menjadi يُصَانُ, يُخَافُ, يُبَاع ُ. • Fiil madhi bina’ ajwaf pada mabni ma’lum yang di sandarkan pada dhomir rofa’ mutaharek maka: apabila fa’ fiilnya di harokati dhommah maka diganti kasroh dan apabila fa’ fiilnya di harokati kasroh maka diganti dhommah supaya tidak sama antara mabni ma’lum dan majhul. Contoh: صُنَّ,خِفْنَ menjadi صِنَّ,خُفْنَ. Fiil mudhore’ mabni ma’lum yang di taukidi dengan nun taukid.  Kaidah: • Nun taukid ada 2 yaitu: 1. Nun taukid tsaqilah: nun yang di tasydid dan di kharokati fathah. 2. Nun taukid khofifah: nun yang di sukun. • Nun taukid khofifah itu bisa menempati tempatnya nun taukid tsaqilah kecuali setelah alif tasniah dan nun niswah. • Fiil mudhore’ yang dikukuhkan (di taukidi) dengan nun maka berlaku beberapa hokum, yaitu: 1. Di buang dhommah atau nun tanda rofa’. 2. Di sandarkan pada dhomir mustatir atau isim dhohir yang di fathah akhirnya dan alif bina’ naqis dig anti ya’ (1,4,7,13,14). 3. Di sandarkan pada alif tasniah yang nun taukid tsaqilahnya di harokati kasroh (2,5,8,11) 4. Di sandarkan pada nun jama’ niswah yang di antara kedua nun tersebut di pisah dengan alif dan nun taukid tsaqilahnya di harokati kasroh (6,12) 5. Di sandarkan pada wawu jama’ atau ya’ muanas mukhotobah yang wawu jama’ atau ya’ muanas mukhotobah tersebut di buang kecuali terdapat pada fiil mu’tal alif, maka wawu jama’ tersebut tetap dengan di harokati dhommah dan ya’ muanas mukhotobah juga tetap dengan harokat kasroh (3,9,10). Fiil amar mabni ma’lum yang ghoib dan hadir.  Kaidah: • Sebagian dari amil jazem yaitu lam amar yang boleh di masukkan pada fiil mudhore’(1-12). • Tanda I’rob jazem ada 3: 1. Sukun, bertempat pada fiil mudhore’ shohih akhir yang akhirnya tidak bertemu sesuatu (1,4,7). 2. Membuang huruf ‘ilat, bertempat pada fiil mudhore’ mu’tal akhir yang akhirnya tidak bertemu sesuatu. 3. Membuang nun, bertempat pada af’al khomsah (2,3,5,8-11). Dan apabila fiil mudhore’ bertemu nun niswah maka di mabnikan sukun (6,12). • Fiil amar bisa di tasrif menjadi 6 bentuk: 3 bentu mukhotob(1,2,3), dan 3 berbentuk mukhotobah(4,5,6). • Fiil amar di ambil dari fiil mudhore’ yang di buang huruf mudhoro’ahnya, apabila huruf awalnya sukun maka di tambah hamzah washol yang dikasroh, contoh: اِضْرِبْ, اِفْتَحْ, kecuali fiil tsulasi yang a’in fiilnya di dhommah maka hamzah washolnya juga di dhommah, contoh: اُنْصُرْ, اُحْسُنْ. • Fiil amar mahmuz fa’ yang di ucapkan di awal kalimat maka hamzah fiil amar tersebut diganti wawu apabila huruf sebelum wawu di harokati dhommah contoh: اُوْمُلْ dan dig anti ya’ apabila huruf sebelum ya’ di harokati kasroh,ِcontoh: اِيْتِ dan fiil amar yang di ambil dari اَخَذ َ dan اَكَلَ maka hamzahnya di buang secara mutlak contoh: خُذْ dan كُلْ. Dan fiil • amar dari lafadz اَمَرَ dan سَأ لَ yang ada di awal, contoh: مُرْ dan سَلْ. • Fiil mudhore’ bina’ mudho’af tsulasi yang di jazemkan dengan sukun itu boleh melepas idghom dan tetap idghom contoh: لِيمْدُدْ juga boleh لِيَمُدَّ. • Fiil amar sama dengan fiil mudhore’ dalam hal jazem.  Kaidah: • Membuang fa’ fiil bina’ misal dari fiil mudhore’ dan fiil amardengan syarat berupa bina’ misal wawi yang di kasroh a’in fiilnya dalam bentuk fiil mudhore’ dan di fathah fa’ fiilnya dalam bentuk fiil madhi dan mudhore’ contoh: يَعِدُ عِدْ وَغَدَdan وَضَعَ يَضَعُ ضَعْ. • A’in fiil bina’ ajwaf dari fiil mudhore’ yang di jazemkan dengan sukun atau mabni sukun maka a’in fiil tersebut di buang dan dari fiil amar yang mabni sukun a’in fiilnya juga di buang(fiil mudhore’: 1,4,6,7,12 dan fiil amar: 1,6),apabila fiil mudhore’ dan fiil amar di mabnikan dengan membuang nun maka a’in fiilnya bina’ ajwaf tidak di buang(fiil mudhore’: 2,3,5,8-11 dan fiil amar: 2-5).  Kaidah: • Tasrifnya fiil mudhore’ bina’ naqis dan bina’ lafif yang di sandarkan pada dhomir kaidahnya sebagaimana yang sudah lewat. • Fiil mudhore’ bina’ naqis dan bina’ lafif di jazemkan dengan membuang huruf ‘illat ketika tidak bertemu dengan sesuatu di akhir kalimat(1,4,7). • Fiil amar bina’ naqis dan bina’ lafif sama dengan fiil mudhore’ dalam hal di jazemkan. Fiil amar mabni majhul.  Kaidah: • Penjelasan fiil mudhore’ mabni ma’lum ke majhul baik yang shohih akhir maupun mu’tal kahir itu sudah lewat. • Tanda I’rob jazem pada fiil mudhore’ baik shohih akhir maupun mu’tal akhir kaidahnya juga telah lewat.  Kaidah: • fiil amar yang di taukidi dengan nun taukid baik yang hadir maupun yang ghoib itu sama dengan fiil mudhore’ ketika di taukidi.

Shorof : Dhomir, Fi'il Madhi, Fi'il Mudhori'

Diantara keistimewaan bahasa arab adalah kaya akan kata-kata, misalkan pada dhomir (kata ganti). Berbeda dengan bahasa Indonesia yang hanya memiliki 7 kata ganti (dia, kamu, kalian, mereka, kami, kita, dan saya)), di dalam bahasa Arab kata gantinya ada 12. Antara kata ganti untuk dua orang dengan lebih dari dua orang dibedakan di dalam bahasa Arab, tidak terdapat pada bahasa Indonesia bahkan pada bahasa Inggris (read : Bahasa Internasional).

Di antara keistimewaan bahasa arab juga adalah singkat dan padat, misalnya, jika kita ingin mengungkapkan "dia sedang menulis", maka cukup dengan menggunakan kalimat yaktubu dan ini sekaligus menunjukkan bahwa yang sedang menulis itu adalah seorang laki-laki, adapun jika yang menulisnya itu seorang perempuan, maka kita gunakan kalimat taktubu saja. Singkat dan padat. Dan banyak lagi keunggulan bahasa arab di atas bahasa lain.
Pada pelajaran kali ini, kita akan membahas tentang tentang dhomir, fi'il madhi, fi'il mudhori'.
Berikut penjelasannya:

Dhomir = kata ganti, seperti dia, kamu, mereka, dll.
Fi'il Madhi = kata kerja lampau, bermakna telah.
Fi'il Mudhori' = kata kerja sekarang atau yang akan datang


Tabel 1 : Dhomir, Fi'il Madhi, dan Fi'il Mudhori'

Keterangan:


  • Kolom paling kanan menunjukkan dhomir dalam keadaan rofa'.

  • Kemudian di sebelahnya ada kolom "arti" yang merupakan arti dari masing-masing dhomir.


    هُوَ (huwa) = Dia (1 lk)

    هُمَا (huma) = Mereka (2 lk)

    هُمْ (hum) = Mereka (> 2 lk)

    هِيَ (hiya) = Dia (1 pr)

    dst...


  • Kolom berikutnya (nomor 2 dari kanan) adalah fi'il madhi dari masing-masing dhomir.
    Karena arti kata fa'ala = melakukan, maka:

    فَعَلَ (fa'ala) = dia (1 lk) telah melakukan

    فَعَلاَ (fa'alaa) = mereka (2 lk) telah melakukan

    فَعَلوُاْ (fa'aluu) = mereka (>2 lk) telah melakukan

    فَعَلَتْ (fa'alat) = dia (1 pr) telah melakukan

    dst...



  • Kolom paling kanan menunjukkan fi'il mudhori' dari masing-masing dhomir.

    ُيَفْعَلَ (yaf'alu) = dia (1 lk) sedang/akan melakukan

    يَفْعَلاَنِ (yaf'alaani) = mereka (2 lk) sedang/akan melakukan

    يَفْعَلوُنَ (yaf'aluuna) = mereka (>2 lk) sedang/akan melakukan

    تَفَعَلُ (taf'alu) = dia (1 pr) sedang/akan melakukan

    dst...
Hafalkan tabel 1 di atas secara berurutan (dari atas ke bawah) berserta artinya, tentunya dengan cara Anda sendiri


Ada beberapa catatan yang perlu disampaikan:

Catatan 1:



Fi'il madhi memiliki banyak pola (wazan), diantaranya adalah fi'il tsulasi mujarrod (fi'il yang tersusun dari tiga huruf).
Fi'il madhi tsulasi mujarrod ini memiliki 6 macam pola, yaitu:
  • Fa'ala - yaf'alu (seperti pada contoh di atas)
  • Fa'ala - yaf'ulu
  • Fa'ala - yaf'ilu
  • Fa'ila - yaf'alu
  • Fa'ila - yaf'ilu
  • Fa'ula - yaf'ulu


Perhatikan bahwa fi'il madhi yang berpola fa'ala memiliki tiga kemungkinan fi'il mudhori' (yaitu yaf'alu, yaf'ulu, dan yaf'ilu). Fi'il madhi yang berpola fa'ila memiliki dua kemungkinan fi'il mudhori' (yaitu yaf'alu dan yaf'ilu).

Sementara fi'il madhi yang berpola fa'ula hanya memiliki satu kemungkinan fi'il mudhori' (yaitu yaf'ulu).

Misalkan kata "kataba" كَتَبَ yang berpola fa'ala, ada 3 kemungkinan fi'il mudhori', yaitu yaktabu, yaktubu, atau yaktibu. Mana yang benar?
Jawabannya: yaktubu.

Sementara kata "fataha" فَـتَحَ fi'il mudhori'nya yaftahu. Kenapa tidak yaftuhu? Padahal sama-sama berpola fa'ala seperti kata "kataba". Jawabanya: karena di kamus seperti itu.

Adapun kata "hasuna" حَسُنََ fi'il mudhori'nya pasti yahsunu, karena pola fa'ula hanya memiliki satu kemungkinan, yaitu yaf'ulu.


Catatan 2



Selain fi'il tsulasi mujarrod, ada lagi fi'il tsulasi maziid, yaitu pola fa''ala, faa'ala, af'ala, ifta'ala, infa'la, tafaa'ala, tafa''ala, if'alla, istaf'ala, if'au'ala, if'awwala, dan if'aalla.

Ada juga fi'il ruba'i mujarrod, yaitu fa'lala, dan terakhir fi'il ruba'i mazid, yaitu tafa'lala, if'anlala, dan if'allala.

Masing-masing memiliki pola fi'il mudhori' tersendiri. Pada pelajaran shorof 2 ini, kita batasi pembahasan fi'il hanya fi'il tsulatsi mujarrod saja.


Catatan 3 (penting!)


Tabel di atas itu adalah contoh dari fi'il tsulatsi mujarrod yang berpola fa'ala - yaf'alu. Jika pola fi'ilnya fa'ila - yaf'alu, maka tinggal mengganti harokat tengahnya, misalnya kata سَمِعَ - يَسْمَعُ (sami'a - yasma'u) = mendengar,
cara mentasrif fi'il madhinya:

سَمِعَ (sami'a) = dia (1 lk) telah mendengar

سَمِعاَ (sami'aa) = mereka (2 lk) telah mendengar

سَمِعُوا (sami'uu) = mereka (> 2 lk) telah mendengar

سَمِعَتْ (sami'at) = dia (1 pr) telah mendengar

سَمِعَـتَا (sami'ataa) = mereka (2 pr) telah mendengar

سَمِعْنَ (sami'na) = mereka (> 2 pr) telah mendengar

سَمِعْتَ (sami'ta) = kamu (1 lk) telah mendengar

سَمِعْـتُـمَا (sami'tumaa) = kalian (2 lk) telah mendengar

سَمِعْـتُـمْ (sami'tum) = kalian (> 2 lk) telah mendengar

سَمِـعْـتِ (sami'ati) = kamu (1 pr) telah mendengar

سَمِـعْـتُـمَا (sami'tumaa) = kalian (2 pr) telah mendengar

سَمِعْــتُـنَّ (sami'tunna) = kalian (> 2 pr) telah mendengar

سَمِعْـتُ (sami'tu) = saya telah mendengar

سَمِـعْناَ (sami'naa) = kami/kita telah mendengar


cara mentasrif fi'il mudhori'nya:


يَسْمَعُ (yasma'u) = dia (1 lk) sedang/akan mendengar

يَسْمَعَانِ (yasma'aani) = mereka (2 lk) sedang/akan mendengar

يَسْمَعُونَ (yasma'uuna) = mereka (>2 lk) sedang/akan mendengar

تَسْمَعُ (tasma'u) = dia (1 pr) sedang/akan mendengar

تَسْمَعانِ (tasma'aani) = mereka (2 pr) sedang/akan mendengar

يَسْمَعْنَ (yasma'na) = mereka (> 2 pr) sedang/akan mendengar

تَسْمَعُ (tasma'u) = kamu (1 lk) sedang/akan mendengar

تَسْمَعَانِ (tasma'aani) = kalian (2 lk) sedang/akan mendengar

تَسْمَعُونَ (tasma'uuna) = kalian (> 2 lk) sedang/akan mendengar

تَسْمَعِينَ (tasma'iina) = kamu (1 pr) sedang/akan mendengar

تَسْمَعانِ (tasma'aani) = kalian (2 pr) sedang/akan mendengar

تَسْمَعْنَ (tasma'na) = kalian (> 2 pr) sedang/akan mendengar

أسْمَعُ (asma'u) = saya sedang/akan mendengar

نَسْمَعُ (nasma'u) = kami/kita sedang/akan mendengar


Tabel 2 di bawah ini merupakan contoh-contoh fi'il madhi dengan mudhori'nya yang berpola fa’ula – yaf’ulu, fa’ila – yaf’alu, fa’ala – yaf’ulu, fa’ala – yaf’alu

Tuesday 21 February 2012

Pemeluk Islam pertama


Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

As-Sabiqun al-Awwalun (Arab: السَّابِقُونَ الأَوَّلُونَ) adalah orang-orang terdahulu yang pertama kali masuk/ memeluk Islam. Mereka adalah dari golongan kaum Muhajirin dan Anshar,[1] mereka semua sewaktu masuk Islam berada di kota Mekkah, sekitar tahun 610 Masehi pada abad ke-7.[2] Pada masa penyebaran Islam awal, para sahabat nabi di mana jumlahnya sangat sedikit dan golongan As-Sabiqun Al-Awwalun yang rata-ratanya adalah orang miskin dan lemah
Etimologi
Akar kalimat as-Sabiqun dalam bahasa Arab berakar dari huruf S-B-Q (س-ب-ق Sin-Ba-Qaf), Sabaqa (سبقا) sebuah kata kerja yang artinya mendahulukan, pergi sebelum, lebih dahulu, melampaui, juga berarti "sudah" atau sebelum; aksi pendahulu, bergerak sebelumnya dan sebagainya, contoh:
Dan (malaikat-malaikat) yang mendahului dengan kencang...(An-Nazi'at, 79:4)
yang artinya melewati atau melampaui. Sabaqa: berpacu (kata kerja). Sabiq: bertindak.[3]
Kemudian kalimat al-Awwalun terdiri dari huruf A-W-L (ا-و-ل Alif-Wau-Lam), Awwal (اول) sebuah kata yang artinya pertama atau awal, kemudian kata ini diserap kedalam bahasa Indonesia, yang memiliki makna yang sama pula.
Kerasulan Muhammad
Awal kerasulan
Muhammad dilahirkan di tengah-tengah masyarakat terbelakang yang senang dengan kekerasan, pertempuran dan penyembahan berhala. Ia sering menyendiri ke Gua Hira', sebuah gua bukit dekat Mekkah, yang kemudian dikenali sebagai Jabal An Nur karena bertentangan sikap dengan kebudayaan Arab pada zaman tersebut. Di sinilah ia sering berpikir dengan mendalam, memohon kepada Allah supaya memusnahkan kekafiran dan kebodohan.
Pada suatu malam, ketika Muhammad sedang bertafakur di Gua Hira', Malaikat Jibril mendatanginya. Jibril membangkitkannya dan menyampaikan wahyu Allah di telinganya. Ia diminta membaca. Ia menjawab, "Saya tidak bisa membaca". Jibril mengulangi tiga kali meminta agar Muhammad membaca, tetapi jawabannya tetap sama. Akhirnya, Jibril berkata:
Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu yang menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dengan nama Tuhanmu yang Maha Pemurah, yang mengajar manusia dengan perantaraan (menulis, membaca). Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya. (Al-Alaq 96: 1-5)
Ini merupakan wahyu pertama yang diterima oleh Muhammad. Ketika itu ia berusia 40 tahun. Wahyu turun kepadanya secara berangsur-angsur dalam jangka waktu 23 tahun. Wahyu tersebut telah diturunkan menurut urutan yang diberikan Muhammad, dan dikumpulkan dalam kitab bernama Al Mushaf yang juga dinamakan Al-Quran (bacaan).
Pendakwahan
Siriyyah (rahasia)
Selama tiga tahun pertama, Muhammad hanya menyebarkan agama terbatas kepada teman-teman dekat dan kerabatnya, pendapat ini dikemukakan oleh Ibnu ishaq dan Al-Waqidi. Kebanyakan dari mereka yang percaya dan meyakini ajaran Muhammad adalah para anggota keluarganya, tetapi tidak semua orang terdekatnya mau menerima dakwah ini. Sebagai contoh Abu Thalib yang tidak meyakini ajaran yang dibawa oleh Muhammad. Begitu pula dengan salah satu pamannya yang bernama Abu Lahab, bahkan menjadi penentang keras dakwah Muhammad.
Muhammad menjadi nabi dan berdakwah pada kisaran tahun 610 - 614 Masehi. Setelah adanya wahyu, surat Al-Muddatsir: 1-7, yang artinya:
Hai orang yang berkemul (berselimut), bangunlah, lalu berilah peringatan! dan Rabbmu agungkanlah, dan pakaianmu bersihkanlah, dan perbuatan dosa (menyembah berhala) tinggalkanlah, dan janganlah kamu memberi (dengan maksud) memperoleh (balasan) yang lebih banyak. Dan untuk (memenuhi perintah) Rabbmu, bersabarlah. (Al-Mudatsir 74: 1-7)
Dengan turunnya surat Al-Muddatsir ini, mulailah Rasulullah berdakwah. Mula-mula ia melakukannya secara sembunyi-sembunyi di lingkungan keluarga, sahabat, pengasuh dan budaknya. Orang pertama yang menyambut dakwahnya adalah Khadijah, istrinya. Dialah yang pertama kali masuk Islam. Menyusul setelah itu adalah Ali bin Abi Thalib, saudara sepupunya yang kala itu baru berumur 10 tahun, sehingga Ali menjadi lelaki pertama yang masuk Islam.
Kemudian Abu Bakar, sahabat karibnya sejak masa kanak-kanak. Baru kemudian diikuti oleh Zaid bin Haritsah, bekas budak yang telah menjadi anak angkatnya, dan Ummu Aiman, pengasuh Muhammad sejak ibunya masih hidup. Setelah mereka, lalu masuk yang lainnya. Abu Bakar sendiri kemudian berhasil mengislamkan beberapa orang teman dekatnya, seperti, Utsman bin Affan, Zubair bin Awwam, Abdurrahman bin Auf, Sa'ad bin Abi Waqqas, dan Thalhah bin Ubaidillah. Dari dakwah yang masih rahasia ini, belasan orang telah masuk Islam. Sedangkan menurut sejarah Islam, putri Abu Bakar yaitu Aisyah adalah orang ke 21 atau 22 yang masuk Islam.[4]
Syaikh Al-Albani mengatakan: "Lelaki dewasa dan merdeka yang pertama kali beriman adalah Abu Bakar, dari kalangan anak-anak adalah Ali bin Abi Thalib, dari kalangan budak Zaid bin Haritsah.[5]
Terbuka
Dakwah secara siriyyah ini dilakukan selama kurang lebih 3 tahun dan setelah orang Islam berjumlah 40 orang[6], maka turunlah ayat
Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat (Asy-Syu’ara, 26:214)
dan juga pada ayat,
Maka sampaikanlah olehmu secara terang-terangan segala apa yang diperintahkan (kepadamu) dan berpalinglah dari orang-orang yang musyrik. Sesungguhnya kami memelihara kamu daripada (kejahatan) orang-orang yang memperolok-olokkan (kamu). (Al-Hijr ayat 15:94-95)
Muhammad mulai terbuka menjalankan dakwah secara terang-terangan. Mula-mula ia mengundang kerabat karibnya bangsa Quraisy dalam sebuah jamuan. Pada kesempatan itu ia menyampaikan ajarannya.
Namun ternyata hanya sedikit yang menerimanya. Sebagian menolak dengan halus, sebagian menolak dengan kasar, salah satunya adalah Abu Lahab dan istrinya Ummu Jamil. Mereka sangat membenci ajaran yang dibawa oleh Muhammad.
Sebelum kelahiran Muhammad, orang-orang Arab Quraisy adalah para penyembah berhala. Mereka suka membunuh anak laki-Iaki dan menanam hidup-hidup anak perempuan. Mereka mudah membunuh sebagian yang lain hanya karena hal-hal yang sepele. Oleh karena itu ketika Muhammad mengajak mereka untuk menyembah Allah yang Esa, meninggalkan kepercayaan mereka, mereka marah besar. Mereka yang semula cinta kepadanya berubah menjadi kebencian dan kemarahan. Sedangkan mereka yang semula membenarkan Muhammad, telah berubah menjadi orang-orang yang mendustakannya.
Madrasah Pertama
Muhammad mulai merasa perlu mencari sebuah tempat bagi para pemeluk Islam dapat berkumpul bersama. Di tempat itu akan diajarkan kepada mereka tentang prinsip-prinsip Islam, membacakan ayat-ayat Al-Qur'an, menerangkan makna dan kandungannya, menjelaskan hukum-hukumnya dan mengajak mereka untuk melaksanakan dan mempraktikkannya. Pada akhirnya Muhammad memilih sebuah rumah di bukit Shafa milik Abu Abdillah al-Arqam bin Abi al-Arqam. Semua kegiatan itu dilakukan secara rahasia tanpa sepengetahuan siapa pun dari kalangan orang-orang kafir.
Rumah Abu Abdillah al-Arqam bin Abi al-Arqam ini merupakan Madrasah pertama sepanjang sejarah Islam,[7] tempat ilmu pengetahuan dan amal saleh diajarkan secara terpadu oleh sang guru pertama, yaitu Muhammad Rasulallah. Ia sendiri yang mengajar dan mengawasi proses pendidikan disana.
Daftar As-Sabiqun al-Awwalun
Ibnu Hisyam pernah menulis 40 nama as-sabiqun al-awwalun. Ia menulis Khadijah dalam nomor urut pertama, Asma' di nomor urut 18, dan Aisyah di nomor urut 19. Umar bin Khattab berada jauh di bawah Aisyah.[8]
Yang termasuk As-Sabiqun Al-Awwalun adalah sebagai berikut:

Khadijah, Zaid bin Haritsah, Ali bin Abi Thalib, Abu Bakar Al-Shiddiq, Ummu Aiman, dan Bilal bin Rabah, merekalah orang yang pertama kalinya mengucap kalimat dua syahadat, lalu menyebar ke yang lainnya. Kesemuanya berasal dari kabilah Quraisy, kecuali Bilal bin Rabah.
Daftar di atas tersebut, tidaklah sesuai dengan kronologis urutan sejarah aslinya, dikarenakan penyebaran Islam ini awalnya secara rahasia, maka terlalu sulit untuk mencari siapa saja yang terlebih dahulu memeluk Islam, setelah lima besar pemeluk Islam.
Profesi
Pada awalnya golongan ini hanya terdiri dari kaum miskin dan lemah, kemudian setelah menempuh waktu semakin bertambah dan masuk beberapa orang dari lapisan golongan masyarakat, yang terdiri dari pemuka adat, pemimpin suku, panglima perang, ibu rumah tangga, anak-anak, majikan, saudagar, pengusaha, pedagang, petani, peternak binatang, pelayan rumah tangga, orang merdeka, budak.
Para budak banyak yang tertarik dengan prinsip yang diajarkan oleh Islam, yaitu tentang kesetaraan manusia di hadapan Allah, Rasulallah mempersaudarakan sebagian muslim dari golongan aristokrat Quraisy dengan sekelompok muslim lain yang dari golongan budak. Tidak ada perbedaan antara yang kaya dan miskin, kuat maupun lemah, merdeka maupun budak, Arab maupun non-Arab, semua setara. Menurut kaca mata Islam, Allah tidak pernah melihat umat-Nya berdasarkan profesi/ pangkat dan jabatan seseorang, yang Allah nilai hanya iman dan taqwa hamba-Nya.
Tugas
As-Sabiqun al-Awwalun yang Salaf, memiliki beberapa tugas penting yang harus diemban mereka. Tugas itu meliputi:
  • Bertauhid (mengesakan Allah),
  • Beriman kepada para malaikat, rasul, kitab-kitab Allah, takdir
  • Menegakkan salat,
  • Menunaikan zakat,
  • Melakukan keadilan,
  • Melakukan amal kebaikan,
  • Meninggalkan kekejian,
  • Meninggalkan kemungkaran,
  • Meninggalkan kezaliman,
  • meninggalkan penyembahan berhala,
  • Berhala harus dihancurkan,
  • Melarang kemusyrikan,
  • Darah tidak ditumpahkan,
  • Tidak ada jiwa yang harus dibunuh kecuali karena kebenaran,
  • Jalan-jalan tetap aman,
  • Tali silaturahmi terus dijalin,
  • Menjunjung tinggi kesetaraan/ kemerdekaan manusia,
  • Mencegah keburukan,
  • Mempertahanan bela agama,
  • Menyebarkan secara diam-diam agama yang dibawa oleh Muhammad.

Surga Bagi As-Sabiqun al-Awwalun
Menurut kepercayaan Islam, As-Sabiqun al-Awwalun akan mempunyai tempat tinggal yang mulia, Surga Jannatun Na'im.
Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) di antara orang-orang Muhajirin dan Anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan mereka pun rida kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang besar (At-Taubah ayat 9:100)
Diperkuat oleh dalam hadits mutawatir yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari tentang tiga masa yang mendapatkan kemulian dan keutamaan muslim dan lain-lainnya, dimana Muhammad bersabda
خَيْرُ النَّاسِ قَرْنِيْ ثُمَّ الَّذِيْنَ يَلُوْنَهُمْ ثُمَّ الَّذِيْنَ يَلُوْنَهُمْ
Sebaik-baik manusia adalah generasiku, kemudian generasi setelahnya, kemudian generasi setelahnya.
http://id.wikipedia.org/wiki/Pemeluk_Islam_pertama